2651

Perjuangan Menuju Oxford

Di senja ini aku ingin memutar memori kembali ke beberapa tahun silam. Tentang banyak hal yang harus ku korbankan hingga sampai di kota ini, Oxford.

Lamunanku membawa ke bulan September 2017 yang lalu. Saat pernikahan di kampung halaman yang berlangsung cepat karena harus berbagi dengan jadwal wawancara beasiswa LPDP. Sejak pengumuman kelulusan Tes Psikologis Online, aku sudah siap-siap kalau jadwal wawancara akan bertabrakan dengan rencana pernikahan. 2 Minggu menjelang pernikahan ternyata dugaanku itu benar. Aku mendapatkan giliran untuk Tes Wawancara – yang merupakan momen yang menentukan apakah akan menjadi penerima beasiswa atau gagal – pada 12 September 2017. Sementara pernikahanku di kampung halaman istri sudah diplot tanggal 8-9 September 2017. Cuma 3 hari aku menikmati masa-masa jadi pengantin baru di kampung halaman, kemudian harus terbang lagi ke Yogyakarta yang kupilih sebagai lokasi wawancara sejak pendaftaran di awal-awal.

Berangkat dari Bukittingi Senin pagi 11 September 2017, sesampai di Jogja langsung bongkar-bongkar berkas yang akan ditunjukkan kepada panitia. Malamnya ketemu sama seorang teman yang selama ini menjadi mentorku, untuk menguatkan mental menghadapi seleksi wawancara. Kebetulan dari grup IELTS Club-ku ada 3 orang lagi yang berhasil masuk seleksi wawancara LPDP. Sementara istri yang baru 3 hari lalu aku nikahi, sibuk membuka koper yang berisi berkas-berkas dokumen yang akan dibawa besok. Di kamar kos yang ukuran 3 x 2,5 meter yang penuh tumpukan buku.

Selasa 12 September 2017 pagi dengan mengendarai motor grand tua produksi 1997, dengan memboncengi istri, aku berangkat ke gedung BKN Yogyakarta. Cuma sempat sarapan bubur kacang ijo dan tes hangat beserta roti. Maklumlah, di kos ngak ada dapur. Jadi terpaksa beli di warung Burjo.

Setelah melewati 3 rangkaian tes yang panjang seharian: Essay on The Spot, Leaderless Group Discussion dan Interview, kami pun pulang ke kos dengan lemes. Energi terkuras. Dan dirasa-rasa dari tes yang dilalui, performance yang ditampilkan tak memuaskan hati. Selepas sholat Ashar motor Grand tua digeber lagi menuju kos dengan singgah dulu di rumah makan Padang untuk mengisi perut yang belum menikmati makan siang.

Sebulan setelahnya, tibalah pengumuman siapa saja kandidat yang berhasil menjadi awardee. Termasuk ada drama kalau pengumuman diundur beberapa hari. Membuat hati makin berkecamuk. Dan ketika pengumuman resmi tiba, laman akun LPDPku menerakan, SELAMAT ANDA LOLOS. Bukan main girangnya hati saat itu. Dan istripun juga bersuka cita.

Ketika itu istriku belum lulus sarjana. Masih sibuk menuntaskan Skripsi. Karena harus bimbingan dengan dosen, akhirnya kuikhlaskan istri kembali ke Padang di bulan Maret 2018 setelah aku selesai menjalankan PK LPDP bersama Arsa Candradimuka agar ia bisa fokus merampungkan Skripsinya. LDR-an sampai Juni 2018.

Drama penantian untuk bisa kuliah di UK ternyata belum berhenti. Karena tidak melampirkan LoA saat pendaftaran berkas, LPDP menempatkanku untuk keberangkatan 2019. Terpaksalah menunggu 2 tahun selepas momen pengumuman kelulusan di Oktober 2017. Tak apalah. Yang penting beasiswa sudah di tangan. Meskipun harus melewatkan kesempatan emas bisa membersamai kawan-kawan penerbit Indonesia yang menjadi tamu istimewa di London Book Fair Maret 2019.

2 tahun menunggu ternyata juga penuh drama. Selepas lebaran 2018, kami mendapati kabar gembira. Bahwa istriku hamil. Hanya berselang beberapa minggu setelah momen wisuda sarjananya. Momen yang menyedihkan itu adalah menjelang kelahiran. Orderan buku lumayan sepi. Sementara harus siapkan dana buat lahiran istri. Cuma semangat dan optimisme saja yang dikuatkan masa itu. Beberapa bulan menjelang lahiran sempat mendaftar BPJS. Pas hari lahiran, uang di rekening tinggal 3 juta rupiah. Kalau biaya persalinan sampai 5-7 juta, alamat harus nyari pinjaman. Saat mau pulang dari Rumah Sakit, diminta datang ke bagian ke keuangan untuk mengurus administrasi. Diminta kartu keluarga, KTP dan kartu BPJS. Alhamdulillah, RS memutuskan tidak mengenakan biaya persalinan. Padahal tidak sempat mengurus Surat Rujukan dari Faskes 1. Wafi lahir di tanggal 11 Maret 2019 malam.

Di Bulan April 2019, LPDP memberi-tahukan bahwa aku diperbolehkan berangkat kuliah S2 di bulan September 2019. Kesibukan untuk periksa rutin Wafi dan Ibunya ke rumah sakit beriringan dengan persiapan berkas untuk kepergian ke UK. Untuk periksa pasca persalinan dan periksa bayi newborn tak lagi bisa dicover oleh BPJS. Sementara untuk pengurusan Visa ke Jakarta juga makan biaya yang tak sedikit.

10 hari menjelang momen meninggalkan tanah air, aku putuskan untuk pulang kampung. Padahal tabungan tinggal 10 juta. Uang beasiswa pertama-tama sudah terkuras untuk DP pembayaran kontrak flat di Oxford, wira-wiri ke Jakarta untuk urus visa dan sempatkan ujian IELTS buat jaga-jaga karena sertifikat IELTS yang lama sudah expired. Agak kurang afdhol rasanya jika pamitan sama keluarga di kampung via WA saja. Lagian ini jadi momen emas buat mengenalkan Wafi sama keluarga di Solok, Pariaman dan Bukittingi untuk pertama kali di usianya yang sudah 6 bulan dan sudah cukup aman naik pesawat.

Perantau Minang yang pulang kampung selalu diasumsikan akan membawa uang yang banyak karena sukses di rantau. Oleh karenanya, aku sudah siap-siap untuk tidak berekspektasi tinggi seperti Tan Malaka yang dikasih uang saku oleh mamak-mamaknya menjelang keberangkatan kuliah ke Belanda. Apalagi kondisi ekonomi di kampung juga lagi di masa-masa sulit. Biasanya kalau melepas anak kemenakan pergi jauh ke negeri orang, diadakan acara mendoĆ” buat keselamatan. Tapi bagiku yang penting bisa ziarah ke Makam Ayah dan berdoa di sana, minta restu sama Ibu dan Mertua. Setelah itu selesai. Lainnya, ya buat kangen-kangenan saja sama sanak keluarga karena sudah setahunan lebih tak bersua.

Ya, akhirnya tabungan 10 juta itupun habis untuk pulang kampung dan kembali ke Jogja dengan sejuta pikiran. Karena masih ada barang-barang yang dibeli sebelum berangkat ke UK. Selama ini aku hanya punya PC untuk akses internet dan mengedit buku. Ngak mungkin meneteng PC ke UK. Ya, laptop harus dibeli. Koper yang bisa memuat barang yang banyak pun juga tak ada. Jadi harus beli koper. Baju dan Celana yang ada sudah banyak yang lusuh. Jadi perlu dibeli satu dua buat dibawa ke UK. Smartphone masih okey meskipun versi jadul yang cuma berkapasitas 8 GB. Belum lagi uang saku dalam bentuk pounds agar bisa beli makan dan bayar tiket bus setelah sampai di UK. Ditambah lagi uang buat Wafi dan Ibunya selama tinggal di Jogja untuk sebulanan sampai term beasiswa berikutnya sampai di rekening UK.

Untunglah ada Sahabat-Sahabat baik yang mau berbaik hati meminjamkan uang untuk semua kebutuhan itu. Hingga bisa juga berangkat ke UK dengan Laptop yang lumayan, bisa tukarkan 5 juta rupiah dengan Poundsterling dan titipkan uang 3 juta buat Wafi dan Ibunya.

Sesampai di UK pun uang beasiswa dipakai sehemat mungkin agar bisa disisihkan untuk menyicil hutang dan untuk bisa dikirimkan ke Wafi dan Ibu di Indonesia. Demi itu semua, hasrat untuk beli barang-barang branded di UK ditekan. Hasrat untuk jalan-jalan pun ditekan seminimal mungkin demi tersedia uang buat penyicil hutang. Ya cuma beberapa kota saja yang bisa dikunjungi selama di UK. London, Bath, Castle Combie, Manchester dan Liverpool. Lainnya hanya mendekam di Oxford.

Hingga akhirnya Corona membuat semuanya berubah drastis. Kampus tutup, perkuliahan face to face dihentikan. Hanya 6 bulan saja aku menikmati serunya perkuliahan dan pertemanan di kampus dengan kawan-kawan dari berbagai negara.

Malam ini adalah 4 hari menjelang deadline Disertasiku. Yang menjadi pertanda perjuangan meraih gelar Master Publishing Media sudah sampai di hujungnya. Yang ada dalam hati hanyalah bisa menyelesaikan disertasi ini sesuai dengan deadline yang ditentukan. Soal dapat grade berapa, akupun sudah pasrah. Karena melakukan riset di masa pandemi ini penuh dengan keterbatasan dan sulitnya mencari referensi karena banyak perpustakaan yang tak membuka layanan peminjaman.

Setelah ini, entah kemana lagi kaki akan melangkah. Biarlah Tuhan saja yang menentukan.

============

Yogyakarta, Selasa 5 Oktober 2020. 19.43 WIB. Saat hujan kembali turun setelah sendu dan mendung tak kunjung reda sejak tadi pagi.