Dunia Dosen

Mengurus Surat Keterangan Sehat Jasmani Rohani dan Bebas Narkoba untuk NIDN Dosen


Di pertengahan Oktober 2021 yang lalu saya mendapati Surat Edaran Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek yang menyebutkan bahwa pengajuan NIDN buat dosen-dosen di PTN yang berstatus Dosen Tetap Non PNS hanya sampai 30 November 2021. Setelah itu PTN yang masih berstatus Satker dan BLU tidak diperkenankan lagi untuk melakukan rekruitmen Dosen Tetap Non PNS. Sementara untuk yang sudah PTNBH masih punya otonomi untuk melakukan rekrutmen dosen non PNS dan saya lihat juga di PTN di lingkungan Kemenag masih menjalankan skema rekrutmen Dosen Tetap Non PNS hingga bulan November ini.

Hal ini kemudian membuat saya harus segera menyiapkan berkas-berkas untuk pengajuan NIDN demi kejelasan masa depan sebagai dosen. Maklumlah, dosen yang tidak ber-NIDN akan mengalami kesulitan untuk mengakses banyak hal. Misalnya melamar beasiswa S3, mengajukan insentif hibah publikasi, ikut kompetisi riset dan setiap kegiatan Tri Dharma yang dilakukan tidak tercatat di sistem data Dikti. Untuk dokumen-dokumen yang ditanda-tangani oleh Rektor/Direktur, sudah saya urus pada akhir Oktober yang lalu. Tinggal mengurus surat-surat yang berkaitan dengan rumah sakit, yaitu Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani serta Surat Keterangan Bebas Narkoba.

Karena saya tinggal di Jakarta Selatan, ada 3 pilihan Rumah Sakit Umum untuk mengurus surat-surat tersebut. RSUP Fatmawati, RSUD Jagakarsa dan RSUD Pasar Minggu. RSUP Fatmawati memberlakukan tarif yang cukup mahal untuk mendapatkan 3 surat keterangan tersebut, Rp. 1.090.000. Yang paling murah adalah RSUD Jagakarsa yang cuma Rp. 530.000. Sementara RSUD Pasar Minggu mematok biaya Rp. 720.000. RSUD Jagakarsa menjadi pilihan menarik dari segi biaya. Tapi setelah melihat beberapa website kampus yang menerakan syarat Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani serta Bebas Narkoba harus dikeluarkan oleh rumah sakit minimal tipe C, akhirnya RSUD Jagakarsa keluar dari list saya karena masih bertipe D. Akhirnya saya memutuskan pergi ke RSUD Pasar Minggu saja yang sudah berkelas RS tipe B.

Menempuh jarak sekitar 20 menit dari kampus, sayapun sampai di RSUD Pasar Minggu yang berada di Jalan TB Simatupang dan cukup kentara terlihat dari jalan raya dengan bangunannya yang berwarna hijau. Motor saya parkir di basement dan tidak dikenakan biaya parkir. Hal ini berbeda dengan RSUP Fatmawati dan RSUD Jagakarsa yang memakai pihak ketiga untuk pengelolaan parkir berbayar per-jam.

Sesampai di lobby, saya diarahkan oleh satpam untuk bertanya ke Bagian Informasi. Karena takutnya bagian Medical Check Up (MCU) belum membuka layanan. Maklumlah, selama pandemi beberapa pelayanan di RS ditutup sementara. Sesampai di meja informasi saya disapa ramah oleh si Mbak Petugas Informasi, Ada yang bisa saya bantu Pak? ujarnya.

Setelah menyampaikan maksud kedatangan saya, maka petugas itu meminta KTP saya sekaligus menyerahkan lembaran isian data karena saya baru pertama kali datang ke RSUD Pasar Minggu. Sebuah SOP yang biasa. Data saya di-input dan keperluan saya dicatat. Ada 1 lembar formulir yang telah diprint oleh si petugas untuk saya bawa ke bagian Kasir.

Di loket kasir, kertas dari bagian Informasi saya serahkan dan sama petugas di sana dikonfirmasi lagi keperluan saya apa. Saya jelaskan bahwa saya hendak membuat Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani serta Bebas Narkoba untuk keperluan pengurusan Nomor Induk Dosen. Langsung saja sang petugas paham. Kemudian si petugas menjelaskan bahwa untuk pembuatan Surat Keterangan Jasmani Rohani dikenakan biaya Rp. 370.000 dan Surat Keterangan Bebas Narkoba Rp. 350.000. Totalnya Rp. 720.000. Pembayaran saya lakukan secara tunai.

Setelah kwitansi pembayaran saya terima, saya diarahkan untuk menuju ke Bagian MCU di Lantai 5. Dengan naik lift RS yang berlantai 12 itu, saya sampai ke tempat yang dituju. Disambut oleh petugas administrasi di MCU, saya pun menyerahkan kwitansi dari Bagian Kasir. Dua formulir diserahkan kepada saya untuk diisi dan KTP saya difotokopikan oleh si petugas.

Karena pasien yang datang di MCU bisa dikatakan sepi, dimana cuma ada 1 orang yang menjalani tes sebelum saya, maka proses di MCU ini relatif lancar. Pertama saya diperiksa tensi darah, berat badan dan tinggi badan. Setelah itu saya diarahkan masuk ruangan untuk dites kesehatan fisik. Saya diminta untuk tiduran dan dokter memeriksa detak jantung dan bagian sekitar perut, pinggang bagian belakang. Dan selesailah pemeriksaan kesehatan fisik.

Setelah menunggu beberapa menit, saya diarahkan ke ruangan lain untuk mengerjakan tes MPI yang merupakan soal Psikologi dengan menjawab pertanyaan pilihan YA atau TIDAK sebanyak 350 soal. Seiringan dengan itu si petugas langsung memberikan botol kecil kepada saya untuk tempat sampel urine buat pemeriksaan bebas narkoba. Waktu untuk mengerjakan soal MPI itu adalah 1 jam 30 menit – 2 jam. Sebelum pengerjaan soal dimulai, si petugas menjelaskan tentang cara mengisi lembar jawaban dan penjelasan singkat tentang Tes MPI dimana kita diminta untuk meminta menjawab secara JUJUR dan kesesuaian pernyataan dengan keadaan diri kita.

Karena sudah mulai terasa kebelet, saya memutuskan untuk mengisi botol sampel urine dulu di kamar mandi. Barulah kemudian saya memulai mengerjakan soal MPI itu satu per satu. Sekitar 1 jam 15 menit saya telah menjawab ke-350 pertanyaan. Kuncinya memang konsistensi karena banyak pertanyaan mirip yang diulang-ulang di part yang berbeda. Kalau ngak konsentrasi bisa jadi pada pertanyaan mirip tersebut kita mengisi jawaban yang tidak sinkron.

Buku MPI dan lembar jawaban saya bawa lagi ke meja registrasi bagian MCU untuk kemudian di-scan dan dicek oleh seorang Psikiater atau dokter kesehatan jiwa. Tidak sampai 10 menit menunggu, saya sudah diminta untuk masuk ruangan lain. Psikiater yang menganalisis jawaban saya sudah menunggu dan memulai perkenalan. Beliau menanyakan pendidikan S1 dan S2 saya. Kemudian menanyakan soal orang tua. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir dari sang Psikiater. Tanya-jawab berlangsung natural sambil beliau mengamati gerak-gerik dan jawaban-jawaban yang meluncur dari bibir saya. Beliau juga meminta saya untuk menyampaikan 2 kelebihan dan 2 kekurangan yang bisa saya diagnosis secara mandiri atas diri saya.

Tak terasa 1 jam wawancara dengan Psikiater tersebut berlangsung. Ketika pembicaraan hendak disudahi saya meminta penjelasan dari sang Psikiater soal apa yang bisa beliau baca dari hasil Tes MPI saya. Beliau bilang saya masuk pada kelompok Aristokrat meskipun lama sebagai bisnisman. Pikiran analisis saya lebih kuat dibandingkan insting bisnis saya. Tapi berkecimpung di bidang bisnis akan sangat membantu saya untuk membuat formula teoritis soal keilmuwan yang saya tekuni sebagai dosen penerbitan. Beliau juga mengatakan bahwa saya punya sikap keterbukaan yang baik dan bisa bekerja dalam tim.

Cuma karena saya sering terkena mag, beliau menyarankan saya untuk lebih memperhatikan kondisi fisik dan pola makan. Karena beban pikiran yang membuat saya fokus pada pekerjaan dan sering telat makan akan menyebabkan mag saya kambuh dan mempengaruhi performa kerja.

Hasil Tes MPI dan Wawancara dengan Psikiater tersebut lebih kepada membaca kecenderungan kita pada beberapa hal. Baik dari sisi kekuatan berpikir analitis, keterbukaan terhadap hal-hal yang baru atau hal yang berbeda dengan pola pikir kita, kemampuan untuk bekerja dalam tim, manajemen stress, dan aspek-aspek perilaku lainnya.

Menjelang pulang, petugas administrasi menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan bisa diambil 2 hari lagi. Sebenarnya hasil tes urine bisa keluar 1 hari. Namun surat keterangan sehat jasmani rohani butuh waktu 2 hari. Daripada bolak-balik jadi ketiga suratnya diambil 2 hari lagi saja.

Oh iya, kata petugas di MCU, apabila dalam hasil tes MPI pertama kita dianggap tidak memenuhi standar tertentu maka kita akan diminta mengulang tes lagi. Dan di RSUD Pasar Minggu tes ulangan tersebut tidak dikenakan biaya tambahan.

Demikian cerita saya dalam mengurus Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani serta Surat Keterangan Bebas Narkoba. Mudah-mudahan bermanfaat buat teman-teman semua.

Tinggalkan komentar