Salah satu dasar keyakinan Kristen terhadap keaslian semua teks Alkitab adalah kemampuannya tahan uji selama 2000 tahun terhadap semua lawannya. Sebaliknya, Al-Qur’an dipastikan akan hancur kalau diuji dengan kriteria yang sama. Ternyata Alkitab adalah Firman Allah yang diturunkan – pasti, diuji dan lulus. Sama nyata adalah fakta bahwa Al Qur’an hanya karangan seorang untuk suku bangsanya sendiri yang tidak mampu tahan uji kalau keasliannya dites (diuji).
Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran
Laporan : Adnin Armas, Republika 29 November 2004
Para Orientalis dan pujangga ilmiah keislaman seperti Ignaz Goldziher (m. 1921), mantan mahasiwa al-Azhar, Mesir, Theodor Noldeke (m. 1930), Friedrich Schwally (m. 1919), Edward Sell (m. 1932), Gotthelf Bergstresser (m.1933), Leone Caentani (m. 1935), Alphonse Mingana (m. 1937), Otto Pretzl (m. 1941), Arthur Jeffery (m. 1959), John Wansbrough (m. 2002) dan muridnya Prof Andrew Rippin, serta Christoph Luxenberg (nama samaran), dan masih banyak lagi yang lain, membawa pandangan hidup mereka (world view) ketika mengkaji Islam.
Mereka mengadopsi metodologi Bibel ketika mengkaji al-Quran. Pendeta Edward Sell, misalnya, menyeru sekaligus mendesak agar kajian terhadap historisitas al-Quran dilakukan. Menurutnya, kajian kritis-historis al-Quran tersebut perlu menggunakan metodologi analisa bibel (biblical criticism). Untuk merealisasikan gagasannya, ia menggunakan metodologi higher criticism dalam bukunya Historical Development of the Quran, yang diterbitkan pada tahun 1909 di Madras, India.
Senada dengan Pendeta Edward Sell, Pendeta Alphonse Mingana di awal-awal artikelnya menyatakan bahwa:
“Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani.”
Alphonse Mingana, Syriac Influence on the Style of the Kur’an, Manchester Bulletin 11: 1927.
Noldeke, Schwally, Bergstresser, dan Pretzl bekerja sama menulis buku Geschichte des Qorans (Sejarah al-Quran). Buku yang menggunakan metodologi Bibel ini, mereka tulis selama 68 tahun sejak edisi pertama dan selama 40 tahun sejak diusulkannya edisi kedua. Hasilnya, sampai saat ini, Geschichte des Qorans menjadi karya standar bagi para orientalis khususnya dalam sejarah kritis gubahan dan penyusunan al-Quran.
Seirama dengan yang lain, Arthur Jeffery mengatakan:
“Kita memerlukan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Quran.”
(Arthur Jeffery, Progress in the Study of the Quran Text, The Moslem World 25: 1935).
Jeffery selanjutnya menumpukan hasratnya untuk membuat tafsir-kritis al-Quran. Salah satu caranya dengan membuat kamus al-Quran. Menurutnya, karya-karya tafsir selama ini tidak banyak memuat mengenai kosa kata teknis di dalam al-Quran. Menurutnya lagi, para mufasir dari kalangan Muslim, masih lebih banyak yang tertarik untuk menafsirkan masih dalam ruang lingkup hukum dan teologi dibanding untuk menemukan makna asal (original meaning) dari ayat-ayat al-Quran.
Merealisasikan impiannya, pada tahun 1925-1926, ia mengkaji dengan serius kosa-kata asing di dalam al-Quran. Hasilnya, ia menulis buku The Foreign Vocabulary of the Quran (Pengaruh Kosa-Kata Asing di dalam al-Quran), Baroda: Oriental Institute, 1938). Ia berharap kajian tersebut bisa dijadikan kamus al-Quran, sebagaimana kamus Milligan-Moulton, sebuah kamus untuk Perjanjian Baru (The New Testament).
Tidak berhenti dengan kajian filologis (philological study), Jeffery juga mengadopsi analisa teks (textual criticism) untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan dengan teks al-Quran. Tujuannya untuk menetapkan akurasi teks al-Quran. Analisa teks melibatkan dua proses, yaitu revisi (recension) dan amandemen (emendation). Merevisi/recension adalah memilih, setelah memeriksa segala material yang tersedia dari bukti yang paling dapat dipercaya, yang menjadi dasar kepada sebuah teks. Amandemen adalah menghapuskan kesalahan-kesalahan yang ditemukan sekalipun di dalam manuskrip-manuskrip yang terbaik.
Jeffery telah mendapati, sejarah teks (textual history) al-Quran sangat problematis (bermasalah) karena secara hakiki, tidak ada satupun dari ortografi naskah al-Quran asli dulu yang masih ada pada hari ini (sejak ratusan tahun yang telah berlalu).
Tidak ada naskah al-Quran yang ada saat ini, yang tidak berubah.
Sekalipun perubahan naskah itu alasannya demi kebaikan, namun tetap saja, menurut Jeffery, wajah teks asli sudah berubah.
Manuskrip-manuskrip awal al-Quran, misalnya, tidak memiliki titik dan baris dan ditulis dengan khat Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan.
Jadi, menurut Jeffery, modernisasi tulisan dan ortografi, yang melengkapi teks dengan tanda titik dan baris, sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun telah merusak teks asli. Teks yang diterima (textus receptus) saat ini, bukan fax dari al-Quran yang pertama kali.
Namun, ia adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika periwayatannya berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas masyarakat. (Arthur Jeffery, The Quran as Scripture, New York: R. F. Moore: 1952).
Dalam pandangan Jeffery, tindakan masyarakat (the action of community) yang menyebabkan sebuah kitab itu dianggap suci. Fenomena ini, menurutnya, terjadi di dalam komunitas lintas agama. Komunitas Kristen (Christian community), misalnya, memilih 4 dari sekian banyak Gospel, mengumpulkan sebuah korpus yang terdiri dari 21 Surat (Epistles), dan menggabungkan dengan Perbuatan-Perbuatan (Acts) dan Apokalipse, yang semua itu membentuk Perjanjian Baru (New Testament).
Ini sama halnya, menurut Jeffery, dengan
o penduduk Kufah yang menganggap mushaf ‘Abdullah ibn Mas’ud sebagai al-Quran edisi mereka (their recension of the Quran),
o penduduk Basra dengan mushaf Abu Musa,
o penduduk Damaskus dengan mushaf Miqdad ibn al-Aswad, dan
o penduduk Syiria dengan mushaf Ubay.
Bagaimanapun, mushaf-mushaf tersebut lagi-lagi paralel sekali dengan sikap masing-masing pusat-pusat gereja terdahulu yang masing-masing menetapkan sendiri beragam variasi teks di dalam Perjanjian Baru. Teks Perjanjian Baru memiliki berbagai versi seperti teks Alexandria (Alexandrian text), teks Netral (Neutral text), teks Barat (Western text), dan teks Kaisarea (Caesarean text). Masing-masing teks tersebut memiliki varian bacaan tersendiri.
Melanjutkan analisisnya, Jeffery berpendapat mushaf-mushaf tersebut merupakan bagian dari mushaf-mushaf tandingan (rival codices) terhadap mushaf Usmani. Ia kemudian berkolaborasi dengan Bergstresser, guru Joseph Schacht merancang untuk membuat al-Quran edisi kritis (a critical edition of the Quran).
Dua Ilmuan Islam: Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid
Dalam perkembangannya, metodologi tersebut juga sudah diterapkan oleh sebagian pemikir Muslim. Mohammed Arkoun, misalnya, sangat menyayangkan jika sarjana Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen. Dia menyatakan:
“Sayang sekali bahwa kritik-kritik filsafat tentang teks-teks suci — yang telah digunakan kepada Bibel Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konsekuensi negatif untuk ide wahyu –terus ditolak oleh pendapat kesarjanaan Muslim.”
Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon Answers. London: Saqi Books, 2002
Dia juga menegaskan bahwa studi al-Quran sangat ketinggalan dibanding dengan studi Bibel (Al-Kitab)(“Quranic studies lag considerably behind Biblical studies to which they must be compared“). (Mohammed Arkoun, The Unthought in Contemporary Islamic Thought, London: Saqi Books, 2002).
Menurut Arkoun, metodologi John Wansbrough, memang sesuai dengan apa yang selama ini ingin dia kembangkan. Dalam pandangan Arkoun, intervensi ilmiah Wansborugh cocok dengan framework yang dia usulkan. Framework tersebut memberikan prioritas kepada metode-metode analisa sastra yang, seperti bacaan antropologis-historis, menggiring kepada pertanyaan-pertanyaan dan sebuah refleksi yang bagi kaum fundamentalis saat ini tidak terbayangkan. (Mohammed Arkoun, Contemporay Critical Practices and the Quran, di dalam Encyclopaedia of the Quran, Editor Jane Dammen McAuliffe, Leiden: Brill, 2001).
Padahal John Wansbrough, yang menerapkan analisa Bibel, yaitu form criticism dan redaction criticism kepada al-Quran, menyimpulkan bahwa teks al-Quran yang tetap ada baru ada setelah 200 tahun wafatnya Rasulullah (Muhammad). Menurut John Wansbrough lagi, riwayat-riwayat mengenai al-Quran versi Usman adalah sebuah fiksi yang muncul kemudian, direkayasa oleh komunitas Muslim supaya asal-muasal al-Quran dapat dilacak ke Hijaz (Issa J Boullata, Book Reviews: Qur’anic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation, The Muslim World 67: 1977).
Menurut Arkoun, kaum Muslimin menolak pendekatan kritis-historis al-Quran karena nuansa politis dan psikologis. Politis karena mekanisme demokratis masih belum berlaku, dan psikologis karena kegagalan pandangan muktazilah mengenai kemakhlukan al-Quran. Padahal, menurut Arkoun, mushaf Usmani tidak lain hanyalah hasil sosial dan budaya masyarakat yang kemudian dijadikan ”tak terpikirkan” dan makin menjadi ”tak terpikirkan” karena kekuatan dan pemaksaan penguasa resmi. Ia mengajukan istilah untuk menyebut mushaf Usmani sebagai ”mushaf resmi tertutup (closed official corpus)”. (Mohammed Arkoun, Rethinking Islam Today di dalam Mapping Islamic Studies, Editor Azim Nanji).
Dalam pandangan Mohammed Arkoun, apa yang dilakukannya sama dengan apa yang diusahakan oleh Nasr Hamid Abu Zayd, seorang intelektual asal Mesir. Arkoun menyayangkan sikap para ulama Mesir yang menghakimi Nasr Hamid. Padahal metodologi Nasr Hamid memang sangat layak untuk diaplikasikan kepada al-Quran.
Nasr Hamid berpendapat bahwa al-Quran sebagai sebuah teks dapat dikaji dan ditafsirkan bukan hanya oleh kaum Muslim, tapi juga oleh Kristen maupun ateis.
Al-Quran adalah teks linguistik-historis-manusiawi. Ia adalah hasil budaya Arab.
Adopsi sarjana Muslim terhadap metodologi Bible terhadap al-Quran sangat disayangkan. Jika adopsi ini diamini, maka hasilnya fatal sekali. Otentisitas (kesahihan) al-Quran sebagai kalam Allah akan tergugat.
Al-Quran akan diperlakukan sama dengan teks-teks yang lain.
Ia akan menjadi teks historis, padahal sebenarnya (menurut iman & kepercayaan Muslim saja) ia adalah “Tanzil”. Ia jelas berbeda dengan sejarah Bible. Sumbernya juga berbeda. Setting sosial dan budaya juga berbeda. Bahkan bahasa asli Bibel sudah tidak banyak lagi digunakan oleh penganut Kristen. Sangat berbeda dengan kaum Muslimin, yang dari dulu telah, sekarang masih, dan akan datang terus membaca dan menghapal al-Quran dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu, mengadopsi metodologi Bibel terhadap al-Quran adalah adopsi dan metodologi yang orang Islam anggapi dan akui sebagai salah kaprah.
Penulisnya ialah Kandidat Doktor di ISTAC-IIUM, Kuala Lumpur
Source: Republika Online, Juga paparan di Indonesia Watch dengan seizinnya.
Sumber: http://www.answering-islam.de/Main/Bahasa/Quran/AQmmg_tidak_tahan_uji.html
Aktualisasi Metodologi Bibel
Saya baru gabung di sini. Tapi boleh ikutan nimbrung, khan….Apalagi saya melihat banyak wacana tentang Islam yang sepihak dan berantakan di sini. Tulisannya Adnin Armas kayaknya perlu saya tanggapi, tuh.
Memang benar bahwa al-Qur’an tidak bisa dipertemukan dengan metodologi Bibel. Begitu juga al-Qur’an akan buyar ketika dihadapkan dengannya. Namun sungguh keliru bila lantas timbul kesimpulan al-Qur’an adalah wacana yang tidak tahan uji.
Sebenarnya kekacauan al-Qur’an terjadi justru karena ia mencoba dinalar oleh metodologi buatan manusia. Islam memiliki metodologi sendiri yang syar’ie (islami) untuk mengkaji al-Qur’an. Sebuah kitab suci yang memiliki kadar ilmiah tak tertakar hanya bisa dikaji lewat metodologi mumpuni pula. Apa jadinya bila ada kelas tiga SMU diisi oleh anak kelas tiga SD. Tentunya guru yang masuk mengajar akan segera merasakan betapa kacaunya kelas tersebut.
Metodologi Bibel atau lebih dikenal dalam Islam dengan metodologi hermeneutika telah banyak diulas oleh tokoh-tokoh Islam. KH. Zuhrul Anam Hisyam , salah satu pengasuh PP. at-Taujieh al-Islami Banyumas, menuturkan soal hermeneutika teks ini. Beliau menyajikan definisi, klasifikasi, dan perbandingan tentang hermeneutika teks. Berikut saya sarikan tulisannya
A. SEKILAS TENTANG HERMENEUTIKA
Secara etimologi, istilah “hermeneutics” (Inggris) berasal dari bahasa Yunani “hermeneuin” yang berarti “menafsirkan”. Kata ini sering diasosiasikan dengan “Hermes”, yang dalam mitologi Yunani dianggap sebagai dewa yang diutus oleh Zeus (Tuhan) untuk menyampaikan pesan dan berita kepada manusia di bumi. Hermes akan mengubah pesan dari Tuhan, yang terkadang ‘melangit’ dan sulit dimengerti, ke dalam bahasa yang ‘membumi’ dan bisa dimengerti oleh manusia.
Karena hermeneutika memiliki banyak aliran, maka arti teknis istilah ini juga bermacam-macam. Namun, kita ambil saja arti singkat dari istilah tersebut yang, menurut hemat saya, bisa disepakati oleh semua aliran hermeneutika. Pada intinya, hermeneutika adalah penafsiran yang mempertimbangkan teks, konteks, dan kontekstualisasi. Dengan memakai hermeneutika, maka pertama, penafsir akan melihat ‘teks’ (nushush) dari semua aspek kebahasaan sampai semua arti bahasanya akan jelas.
Lalu, tahap kedua, dia akan meluncur pada ‘konteks’ (bi’ah), baik itu konteks di mana teks itu dikeluarkan maupun konteks sekarang. Ia harus bisa memahami kenapa teks itu ada, arti yang berlaku pada saat teks tersebut dikeluarkan, arti pada saat teks itu ditafsirkan oleh penafsir lain dalam konteks tertentu, dan apa artinya pada saat teks itu ditafsirkan sekarang. Dalam tahap ini, penafsir akan mendapatkan maksud teks yang sesungguhnya dan—kalau memang ada—perubahan arti teks dari waktu ke waktu. Tahap terakhir, adalah bagaimana penafsir harus bisa meng-‘kontekstualisasi’-kan maksud teks ke dalam kondisi kekinian, dengan cara mengatasi berbagai kesenjangan bahasa dan budaya.
Menurut Dr. Ugi Suharto, perkembangan hermeneutika dari arti bahasa menjadi arti istilah terjadi ketika para teolog Yahudi dan Kristen mengkaji ulang secara kritis teks-teks kitab suci mereka. Mereka menggunakan hermeneutika karena mereka menghadapi problem dengan teks kitab suci mereka yang sudah tidak asli lagi. Sebagaimana diketahui, redaksi kata-kata yang ada dalam Bibel sekarang bukanlah asli “Kalam Tuhan” (The Word of God), tapi hasil—kalau boleh saya permudah—“riwayat bil ma’na” dari beberapa orang atas apa yang diyakini sebagai kalam Tuhan. Makna ini diriwayatkan dan diungkapkan dengan bahasa sang rawi yang juga merangkap sebagai penulis Bibel. Karena itu, redaksi antara riwayat orang yang satu dan lainnya sering berbeda-beda, bahan tidak jarang bertentangan satu sama lain. Dalam kondisi yang demikian inilah kemudian hermeneutika hadir untuk mengungkap “nilai kebenaran Bibel” yang asli.
Dalam tradisi Kristen, ada dua mazhab penafsiran kitab suci: (a) penafsiran harfiah yang dianut oleh mazhab Anthiokia, dan (b) penafsiran simbolik yang dianut oleh mazhab Alexandria. Penggunaan hermeneutika dalam penafsiran teks kitab suci Kristen muncul pada masa reformasi pada agama Kristen yang memunculkan dua mainstream: Protestan dan Katolik.
Keadaan terus berkembang, sampai salah seorang dari kubu Protestan, yakni Friedrich Ernest Daniel Schleiermacher (kemudian dikenal sebagai “Bapak Hermeneutika Modern”) menggariskan metode hermeneutika-nya yang masyhur dengan sebutan Hermeneutika Romantik. Dengan konsepnya ini, Schleiermacher ingin bermain dalam dua wilayah:
1. pemahaman gramatikal terhadap bentuk ekspresi dan bahasa dari budaya di mana “sang pengarang” menentukan pemikirannya.
2. pemahaman teknis atau psikologis terhadap ciri khas subyektifitas atau kreativitas “sang pengarang”.[1]
Dengan memakai hermeneutika Schleiermacher, maka ‘penafsir yang sekarang’ akan melihat, pertama, redaksi bahasa dalam teks Bibel dan budaya di mana “sang pengarang” menyusunnya, kemudian kedua, meraba-raba kondisi psikologis yang mempengaruhi subyektifitas dan kreativitas “sang pengarang” ketika ia membuat teks. Dengan dua hal ini diharapkan seorang penafsir baru dapat memahami “sang pengarang” dengan baik, bahkan seringkali lebih baik dari pemahaman “sang pengarang” atas dirinya sendiri. Dari sinilah maka “nilai kebenaran Bibel” yang benar-benar ‘original’ bisa didapatkan.
Hermeneutika kemudian terus berkembang sesuai dengan perkembangan persepsi dan model pemakaiannya. Dr. Ugi Suharto menyimpulkan tiga tahap perkembangan hermeneutika: dari makna bahasa, makna teologi, sampai kemudian filsafat.[2] Richard E. Palmer membagai kronologi perkembangan pendefinisian hermeneutika ini ke dalam enam kategori, yaitu:
1. Hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci
2. Hermeneutika sebagai metode filologi
3. Hermeneutika sebagai pemahaman linguistik
4. Hermeneutika sebagai fondasi dari ilmu sosial (geisteswissenschaft)
5. Hermeneutika sebagai fenomena das sein
6. Hermeneutika sebagai sistem interpretasi.[3]
Ketika hermeneutika telah menjadi subyek filsafat maka ada banyak aliran di sana. Ada hermeneutika yang digagas oleh Emilio Betti (sarjana hukum Romawi berbangsa Itali), ada hermeneutika yang digagas oleh Eric D. Hirsch (kritikus sastra berbangsa Amerika), ada hermeneutika yang digagas oleh Hans-Georg Gadamer (ahli filsafat dan bahasa), dan ada lagi aliran-aliran hermeneutika yang lain seperti Dilthey, Heidegger, dan lain-lain. Masing-masing aliran-aliran tersebut memiliki karakteristik dan pandangan-pandangan tersendiri.[4]
B. TAFSIR DAN TA’WIL
Dalam ‘Ulum Al-Qur’an sebenarnya ada penjelasan rinci mengenai konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan penafsiran Al-Qur’an. Sedangkan teknis pelaksanaan dari konsep-konsep tersebut telah dijelaskan dengan sangat gamblang dalam ilmu Ushul Fiqih. Semuanya itu telah dipraktekkan selama berabad-abad, sejak dari generasi paling awal sampai sekarang, dan menghasilkan ribuan karya.
Sebagaimana diketahui, untuk menggali kandungan Al-Qur’an, ada dua cara yang selama ini dipraktekkan, yaitu tafsir dan ta’wil. Tanpa bermaksud berbicara terlalu detail, di sini akan digambarkan beberapa definisi mengenai tafsir dan ta’wil, sekedar menggambarkan hakikat kedua metode itu. Tafsir secara bahasa berarti ‘penjelasan’ (al-idlah wa al-tabyin).[5] Menurut Al-Zarkasyiy, tafsir secara istilah adalah ilmu yang digunakan untuk memahami Al-Qur’an, menjelaskan makna-maknanya, dan menarik hukum-hukum serta hikmah-hikmahnya.[6] Menurut Al-Shabuniy, tafsir adalah makna yang jelas dari suatu ayat.[7]
Sedangkan ta’wil, secara bahasa berasal dari ‘awl’ yang bermakna ‘kembali’ (al-ruju’).[8] Menurut istilah, ta’wil adalah mengunggulkan sebagian makna yang terkandung dari suatu ayat yang mengandung banyak makna. Ta’wil seakan-akan memindahkan suatu ayat terhadap apa yang dikandungnya berupa makna-makna (sharf al-ayat ila ma tahtamiluh min al-ma’ani). Kesan yang timbul dari definisi ini adalah bahwa ta’wil lebih dalam penggaliannya daripada tafsir.
Sekilas dua istilah ini memang tidak ada bedanya, dan memang keduanya dianggap sama artinya oleh para mutaqaddimin. Tapi dalam Al-Itqan, Al-Suyuthiy membedakan keduanya. Menurutnya, tafsir adalah ‘mengungkapkan makna-makna Al-Qur’an yang jelas’, sedangkan ta’wil adalah ‘apa yang dipetik oleh al-‘arifun, berupa makna-makna yang samar dan rahasia-rahasia ilahiah yang halus, yang dikandung oleh ayat Al-Qur’an’.[9] Ada yang berpendapat bahwa “al-tafsir ma yata’allaq bi al-riwayah, wa al-ta’wil ma yata’allaq bi al-dirayah”.[10]
Saya hanya ingin mengatakan bahwa apapun definisi tentang tafsir dan ta’wil, keduanya jelas masih berada dalam wilayah makna (atau makna-makna) suatu ayat. Ta’wil juga tidak bisa dilakukan dengan serampangan, sebab ada adagium yang mengatakan bahwa: “man dzahaba ila al-ta’wil, yaftaqir ila al-dalil”. Keduanya juga memiliki aturan main yang jelas. Dengan demikian, kedua metode ini tidak pernah ‘melampaui’ teks, apalagi sampai menegasikan dan menundukannya di bawah akal penafsir atau penakwil. Permainan keduanya juga hanya sebatas memahami teks, sehingga tidak pernah mengkritik teksnya itu sendiri.
C. HERMENEUTIKA SEBAGAI METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
1. PERBEDAAN QUR’AN DAN BIBEL
Ada beberapa perbedaan mendasar antara Bibel dan Al-Qur’an. Pertama, para peneliti sepakat bahwa redaksi kata-kata Bibel bukanlah firman Tuhan yang asli, sementara Al-Qur’an jelas Kalamullah yang terjaga keasliannya. Apa yang tercatat dalam Al-Qur’an sekarang, yakni dalam Al-Mushaf Al-‘Utsmaniy, semua riwayatnya mutawatir dan tidak diperselisihkan sedikitpun di kalangan umat Islam, baik Sunni maupun Syi’ah.[11]
Kedua, Bibel yang ada sekarang tidak dibaca dan ditulis dalam bahasa aslinya. Bahasa asli Perjanjian Lama (Old Testament, Al-‘Ahd al-Qadim) adalah Hebrew, sedangkan bahasa asli Perjanjian Baru (New Testament, Al-‘Ahd al-Jadid) adalah Greek. Nabi Isa sendiri berbicara dalam bahasa Aramaic. Sekarang ini bahasa Hebrew kuno telah punah, sehingga untuk memahami Bibel yang berbahasa Hebrew, para penafsir memerlukan bahasa lain yang serumpun (semitic), yang dalam hal ini adalah bahasa Arab.[12] Sementara Al-Qur’an, seperti kita lihat sekarang, masih dalam redaksi dan bahasa aslinya, Arab, yang sampai sekarang jelas-jelas masih hidup dan digunakan banyak orang.
Ketiga, perbedaan pengarang yang menuliskan Bibel mengakibatkan perbedaan gaya dan kosa kata dalam Bibel.[13] Di dalamnya juga tidak ada standar transmisi yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.[14] Bahkan menurut Pendeta Martin Lukito Sinaga, D.Th., teks Bible yang ditulis oleh para pengarangnya perlu dicurigai, baik dari sisi penambahan atau pengurangan yang mereka lakukan. Beliau tidak menampik adanya kecurigaan terhadap diri para Pengarang Bible dalam menerima teks Bible dari generasi ke generasi. Karena masalah perbedaan gaya bahasa dan kosakata Bibel, Lembaga Al-Kitab Indonesia merevisi terjemahan setiap 40 tahun.
Sekedar contoh, Bibel edisi Indonesia. Dalam cetakan dan terbitan yang sama namun beda tahun (1971 dan 1978) terdapat perubahan kata `babi’ sebagai hewan yang haram dimakan dalam Imamat Al-Kitab. Dalam cetakan tahun 1971 ditulis ‘babi’ saja, sedang dalam cetakan 1978 berubah menjadi ‘babi hutan’.
Sementara itu, Al-Qur’an disampaikan secara langsung oleh Muhammad SAW, kemudian dihafal oleh para sahabat dan umat Islam bahkan hingga sekarang. Harap diingat, Al-Qur’an pada dasarnya adalah ‘bacaan’, bukan ‘tulisan’, sehingga tradisi transmisi (riwayah) Al-Qur’an yang paling pokok adalah dilakukan melalui ‘hafalan bacaan’, bukan ‘tulisan’.[15] Tulisan yang ada sekarang hanya penopang dari proses transmisi yang ada dan memudahkan saja. Seandainya tidak ditulis pun, Al-Qur’an tetap terjaga dalam hafalan orang-orang Islam.
2. MENIMBANG HERMENEUTIKA SEBAGAI METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Dr. Sa’id Ramadlan al-Buthiy mengatakan bahwa segala metode untuk mengetahui ajaran Islam–termasuk metode penafsiran nushush syar’iyyah–pada dasarnya tumbuh secara alami dalam lingkungan para ilmuwannya. Jadi kita tidak perlu mempertanyakan siapa yang meletakkan metode tersebut dan siapa yang mengharuskan kita untuk mengikutinya. Metode itu muncul dalam praktek secara alami dan turun temurun dari generasi paling awal sampai sekarang. Dalam proses itu, ada yang kemudian mencermatinya dan merumuskan praktek itu dalam kaidah-kaidah.[16]
Dengan demikian, adalah sangat aneh, jika kita kemudian tiba-tiba ingin mematahkan rangkaian itu, dengan mengambil ‘metode asing’ (yang tidak pernah dipraktekkan para mufassirin) dan memaksakan penerapannya dalam budaya tafsir kita. Alasannya jelas, karena para mufassirin telah memiliki metode sendiri yang dipraktekkan selama sekian abad, yaitu tafsir dan ta’wil beserta segala aturan mainnya.
Pemaksaan ini tak ubahnya memaksakan metode penafsiran bahasa Arab untuk menafsirkan bahasa Jawa. Padahal masing-masing bahasa itu mempunyai cara penafsiran, seperti halnya masing-masing tradisi ilmu yang memiliki metodenya sendiri-sendiri. Metode dalam tradisi penafsiran Al-Qur’an adalah tafsir dan ta’wil, sementara metode dalam tradisi penafsiran Bibel adalah hermeneutika, sehingga tidak boleh dipertukarkan. Meski dalam beberapa hal—mungkin—ada persamaan, tapi siapapun tidak bisa menolak bahwa keduanya memiliki pijakan pra-asumsi dan epistemologi yang berbeda.
Dari segi pra-asumsi yang mendasari, hermeneutika akan selalu menganggap suatu teks sebagai hal yang bermasalah. Ini adalah pra-asumsi paling pokok dari ‘hermeneutika kritis’. Karena itu, ia bukan hanya memahami teks, tapi juga mengkritisi. Kalau diterapkan untuk Bibel, metode ini sangat cocok, karena, sebagaimana telah disebutkan di depan, teks Bibel memang bermasalah. Tapi pra-asumsi kebermasalah teks a la hermeneutika ini tidak tepat bila diterapkan untuk Al-Qur’an, karena Al-Qur’an tidak pernah menghadapi problem dengan originalitas redaksi teksnya.
Dari sisi epistemologis, hermeneutika bersumber dari akal semata-mata, oleh karenanya hermeneutika memuat dzann (dugaan), syakk (keraguan), mira’ (asumsi). Sedangkan di dalam tafsir, sumber epistemologi adalah wahyu Al-Qur’an. Ketika orang mempraktekkan metode tafsir dalam tradisi Islam, maka ia akan, dan bahkan harus senantiasa, berada dalam epistemologi yang sumbernya dari Al-Qur’an, yakni epistemologi yang memadukan keimanan dan akal.
Ambil contoh hermeneutikanya Gadamer. Hans-George Gadamer berpendapat bahwa interpretasi selalu diawali dengan sebuah asumsi. Sederet asumsi penafsir meniscayakan kesalahfahaman dan distorsi penafsiran, sekecil apapun itu. Interpretasi adalah sebuah ‘pra-pemahaman’ yang ditentukan oleh sejarah dan berkaitan erat dengan nilai-nilai tradisional, yang mengasumsikan horizon intelektual yang melatarbelakanginya. Sang penafsir, tidak bisa tidak, akan senantiasa terpengaruh oleh itu semua.
Mungkin apa yang dikatakan Gadamer benar, tapi perkataannya ini akan runtuh dengan sendirinya jika dihadapkan pada fakta adanya kesepakatan para mufassirin dalam beberapa hal tertentu. Khazanah tafsir Al-Qur’an memang banyak ikhtilaf-nya, tapi banyak pula bagian-bagian tertentu yang tampaknya bisa ‘melampaui’ latar belakang situasi, budaya, dan sosial, sehingga tetap terjadi konsensus di kalangan para mufassirin dalam bagian-bagian tersebut.
Kalaupun, taruhlah, hermeneutika akan kita sepakati layak untuk digunakan dalam penafsiran Al-Qur’an, maka ia masih menyisakan persoalan. Sebagaimana diketahui, hermeneutika memiliki corak dan aliran yang sangat beragam. Lalu hermeneutika mana yang akan kita pakai? Siapa yang menjamin bahwa aliran hermeneutika itulah yang paling tepat menunjukkan pemahaman yang sebenarnya tentang Al-Qur’an? Bukankah ketika seseorang memilih aliran hermeneutika tertentu, berarti ia memasuki ’sistem pemikiran’ tokoh tertentu yang mengajarkan hermeneutika itu? Kenapa ia tidak mengambil tokoh lain saja, dan lalu di mana obyektifitasnya?
Demikianlah, pada akhirnya kita memang harus sepakat dengan pendirian Al-Buthiy, bahwa metode tafsir al-nushush al-syar’iyyah yang ada dalam Islam bukanlah hasil ciptaan atau rekayasa. Ia tumbuh secara alami dan turun-temurun bersamaan dengan aktifitas para ilmuwan Islam dalam menafsirkan nushush tersebut. Metode ini tumbuh dengan sendirinya sebagai metode yang paling sesuai bagi seorang mukmin ketika ia berhadapan dengan nushush yang berbahasa Arab.
Hal yang sama juga terjadi dalam tradisi Kristen. Hermeneutika tumbuh secara alami dalam lingkungan mereka, karena metode itu memang yang paling cocok untuk menyikapi kondisi nushush mereka. Adalah sangat tidak logis, karenanya, jika kita kemudian berusaha meminjam atau menukarkan metode tersebut; hermeneutika digunakan untuk memahami Al-Qur’an, sedangkan tafsir dan ta’wil digunakan untuk memahami Bibel. Kalau ini sampai terjadi, maka inilah kekonyolan ilmiah terbesar yang sangat bertentangan dengan akal sehat.
Mengutip Prof. Dr. Wan Mohd Daud Wan Daud, Guru Besar di ISTAC-IIUM Malaysia, metode tafsir yang selama ini berkembang jelas memenuhi kualifikasi untuk disebut ilmiah, bahkan jauh lebih baik dari hermeneutika. Karenanya, kita perlu ’malu’ untuk berpegang teguh dengan metode kita ini.[17]
3. DAMPAK PENGGUNAAN HERMENEUTIKA DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Anda lihat di atas, ada perbedaan yang sangat mencolok antara Al-Qur’an dan Bibel. Dari sela-sela paparan di atas, Anda juga bisa merasakan betapa hermeneutika sangat berbeda dengan tafsir dan ta’wil. Hermeneutika akan melihat secara sangat kritis terhadap “pengarang” atau “penafsir awal” dan produk yang mereka keluarkan. Seandainya ini kita terapkan dalam penafsiran Al-Qur’an, lalu siapa yang akan kita lihat secara kritis? Apakah kita akan mengkritisi “pengarang” atau “penafsir awal” (dalam hal ini Allah dan Rasulullah) dan ‘produk’ mereka (redaksi teks Al-Qur’an)?
Hermeneutika Gadamer menggambarkan bahwa para penafsir tidak akan terlepas daripada latar belakang situasi, budaya dan sosial, yang kemudian membentuk asumsi-asumsi dan mengakibatkan kesalahan penafsiran. Kalau hermeneutika Gadamer ini akan kita bawa ke dalam penafsiran Al-Qur’an, lalu bagaimana dengan asumsi para penafsir, seperti asumsi tentang otoritas Allah, kerasulan Muhammad, dan hal lain yang menandakan keimanan seseorang? Apakah semua ini harus dilepas atau dikritisi, agar penafsirannya bisa obyektif? Tentu ini sangat berbahaya, sebab bila seorang mukmin sampai melepas ‘asumsi-asumsi’ keislaman yang mendasari penafsirannya, maka ia jelas sudah tidak Islam lagi.
Hermeneutika Schleiermacher lebih banyak bermain dalam wilayah psikologis. Lalu jika kita memakai hermeneutikanya Schleiermacher, apakah kita juga akan mengkritisi ‘kondisi psikologi’ mereka (Allah dan Rasulullah)? Hermeneutikanya Wilhem Dilthey menggambarkan bahwa pengarang tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan makna teks, tapi sejarahlah yang menentukan maknanya. Kalau memakai logika seperti ini, apakah kita juga akan mengatakan bahwa makna Al-Qur’an senantiasa ‘tunduk’ pada sejarah?
Dalam tataran arti teologis, hermeneutika akan mempersoalkan kembali ayat-ayat yang sudah dzahir dari al-Qur’an. Selain itu, ia juga bisa mengakibatkan keragu-raguan atas Mushaf Utsmani yang telah disepakati oleh kaum Muslimin. Tidak heran, karenanya, jika kita kemudian melihat, misalnya, Muhammad Arkon yang ingin men-“deconstruct” (merubah ulang) Mushaf Utsmani. Ia mencurigai Mushaf ‘Utsmani telah terkontaminasi faktor politik, dan karenanya, perlu ‘ditinjau ulang’.
Sedangkan dalam tataran arti filosofis, hermeneutika bisa lebih berbahaya lagi ketika dipakai untuk memahami Al-Qur’an. Contoh ‘korban’-nya adalah Nashr Hamid Abu Zaid. Ia menyatakan bahwa posisi Nabi Muhammad saw adalah semacam ‘pengarang’ al-Qur’an. Nabi Muhammad saw sebagai seorang Ummiy bukanlah penerima wahyu pasif, tetapi mengolah redaksi al-Qur’an, sesuai dengan kondisinya sebagai manusia biasa. Karena itu, setelah al-Qur’an disampaikan oleh Rasulullah saw kepada umatnya, maka ia telah berubah menjadi teks Insani bukan teks Ilahi yang suci dan sakral. Dalam ungkapannya yang cukup populer, “Al-Qur’an adalah ‘produk peradaban’ (al-muntaj al-tsaqafiy)”.[18]
Kemudian, sebagaimana telah dipaparkan di depan, hermeneutika akan mengkaji secara kritis tiga hal: teks, konteks (dulu dan sekarang), serta kontekstualisasi. Sayangnya, dalam hal ini, hermeneutika tidak memberikan konsep yang jelas mengenai hubungan ketiga hal tersebut dan posisinya ketika mereka saling berbenturan. Padahal, perbenturan yang sangat hebat antara ketiga hal ini adalah sebuah keniscayaan. Karena tidak adanya konsep dan aturan yang jelas mengenai hubungan ketiganya itulah, bukan tidak mungkin jika nantinya konteks akan mengalahkan teks, dan kontekstualisasi akan mengalahkan baik teks maupun konteks.
Contoh akibat ketidakjelasan aturan main adalah pendapat Ahmad Sahal, salah seorang aktivis JIL. Dengan menggunakan hermeneutika, ia kemudian mengatakan bahwa ’khinzir’ yang dilarang untuk dimakan itu sudah punah, dan jenis babi saat ini berbeda jenisnya.
Jika kita terlalu melihat konteks dan kontekstualisasi dengan mereduksi teks, bukan tidak mungkin jika kemudian mengatakan: (a) khamr diharamkan karena daerah Arab panas, sehingga kalau di daerah dingin boleh; (b) jilbab wajib bagi perempuan karena syahwat lelaki Arab sangat besar, sehingga hijab tidak wajib di Indonesia; (c) zina diharamkan untuk menjaga tercampurnya nasab karena saat itu belum ada kontrasepsi dan tes DNA, sehingga ketika kontrasespi dan tes DNA sudah ada, zina menjadi boleh……, dan seterusnya.
Berbagai pandangan seperti itu bisa saja muncul jika hermeneutika digunakan dalam memahami Al-Qur’an. Argumen saya sederhana: karena hermeneutika tidak punya aturan jelas mengenai hubungan ketiga hal tersebut. Hermeneutika tidak bisa menjamin saling-tumpang-tindihnya teks, konteks, dan kontekstualisasi. Hermeneutika bisa diibaratkan sebagai bengkel yang hanya bisa membongkar dan merusak, tapi tidak bisa memperbaiki kembali. Akibat minimal dari penggunaan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an adalah: (a) Al-Qur’an harus diragukan orisinalitasnya, (b) teks Al-Qur’an yang sakral akan tereduksi menjadi teks biasa (c) Al-Qur’an dianggap produk budaya. Karenanya, saya sepakat dengan Dr. Ugi Suharto, yang menyatakan:
“Apabila filsafat hermeneutika digunakan kepada al-Qur’an maka yang muhkamat akan menjadi mutasyabihat, yang ushul menjadi furu’, yang tsawabit menjadi mutaghayyirat, yang qath’iyy menjadi dzanniyy, yang ma’lum menjadi majhul, yang ijma’ menjadi ikhtilaf, yang mutawatir menjadi ahad, dan yang yaqin akan menjadi dzann, bahkan syakk.”
Kalau saya boleh menambahkan, khusus untuk penafsir: dari yang tadinya mu’min bisa menjadi mulhid !!!
D. KESIMPULAN
Paparan di atas menunjukkan dengan sangat jelas apa itu hermeneutika beserta (kenyataan dan kemungkinan) dampak penggunannya. Kesimpulannya pun menjadi tegas: hermeneutika tidak layak digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an sudah memiliki tradisinya sendiri, yakni tafsir dan ta’wil. Antara hermeneutika di satu sisi, dan tafsir serta ta’wil di sisi yang lain, memilik perbedaan yang sangat tajam, sehingga tidak boleh disamakan.
Saya yakin, tidak ada seorang muslim pun yang mau menggunakan metode tersebut, kecuali karena dua kondisi. Pertama, karena dia tidak paham apa itu hermeneutika, tapi hanya ikut-ikutan ’trend wacana’. Atau kedua, dia paham apa itu hermeneutika, tapi dalam dirinya telah tersemai benih pemikiran Mu’tazilah yang menganggap bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Memang, sekarang ini kita semakin bisa melihat secara nyata adanya gerakan kebangkitan kembali Neo-Mu’tazilah (al-fikr al-i’tizal al-hadits).[19] Inti pemikirannya tidak berbeda dengan pemikiran Mu’tazilah dulu,[20] tapi ’Mu’tazilah kontemporer’ menjadi terkadang kabur dari pandangan kebanyakan orang, karena mereka sering menanamakan diri berbeda. ’Mu’tazilah kontemporer’ ini juga lebih rumit argumennya, karena melibatkan berbagai disiplin ilmu yang sangat beragam, yang kebanyakan diimpor dari luar tradisi keilmuan Islam.
Karena itulah, kecerdasan dan kecermatan kita sebagai para pemikir muslim menjadi sangat dibutuhkan untuk menghadapi masalah ini. Pemikir muslim kontemporer jelas tidak bisa menghadapi tantangan-tantangan tersebut, bila hanya bermodalkan ilmu-ilmu keagamaan saja. Minimal ia harus menguasai perkembangan wacana pemikiran, atau bahkan kalau bisa menjadi ”Ghazali-Ghazali Baru” yang menguasai berbagai bidang ilmu……. Semoga Allah selalu memberi kita petunjuk !!!
REFERENSI:
§ ‘Abd al-Rahman Hasan Habannakah, Al-‘Aqidah al-Islamiyyah wa Ususuha
§ Adian Husaini, MA., Studi Awal atas Keragaman Teks Bibel, dalam jurnal Al-Insan Vol. 1. No. 1. Januari 2005 (Al-Qur’an dan Serangan Orientalis)
§ Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat
§ Al-Nadwah al-Islamiyyah li al-Syabab al-Islamiy, Al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Adyan wa al-Madzahib wa al-Ahzab al-Mu’ashirah
§ Al-Shabuni, Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an
§ Al-Suyuthiy, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
§ Al-Syahrastaniy, Al-Milal wa al-Nihal
§ Al-Zarkasyiy, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an
§ Dr. Sa’id Ramadlan al-Buthiy, Qawa’id Tafsir al-Nushush wa Atsaruha fi al-Taqrib Bayn al-Madzahib wa al-Firaq, makalah dalam ISESCO, Al-Taqrib bayn Al-Madzahib
§ Dr. Syamsuddin Arif, Al-Qur’an, Orientalisme, dan Luxenberg, dalam jurnal Al-Insan Vol. 1. No. 1. Januari 2005 (Al-Qur’an dan Serangan Orientalis)
§ Dr. Ugi Suharto, Apakah Al-Qur’an Memerlukan Hermeneutika, artikel dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Thn. 1, No. 1, Maret 2004, hal. 46-53.
§ Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi
§ Nasiful Atho’ dan Arif Fahrudin, Hermeneutika Transendental: Dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis Islamic Studies.
§ Prof. Dr. Wan Mohd Daud Wan Daud, Tafsir dan Takwil sebagai Metode Ilmiah, artikel dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Thn. 1, No. 1, Maret 2004
Oleh: el-zein, wongcilacap@yahoo.com
——————————————————————————–
[1] Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, hal. 25-26
[2] Dr. Ugi Suharto, Apakah Al-Qur’an Memerlukan Hermeneutika, artikel dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Thn. 1, No. 1, Maret 2004, hal. 46-53.
[3] Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, hal. 22-41.
[4] Untuk mendalami aliran-aliran dalam hermeneutika, lihat Nasiful Atho’ dan Arif Fahrudin, Hermeneutika Transendental: Dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis Islamic Studies.
[5] Al-Shabuni, Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, hal. 65.
[6] Al-Suyuthiy, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, hal. 2/174
[7] Al-Shabuniy, Al-Tibyan, hal. 66.
[8] Al-Zarkasyiy, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, hal. 2/146.
[9] Al-Shabuni, Al-Tibyan, hal. 66.
[10] Al-Suyuthi, Al-Itqan, hal. 2/173.
[11] Penjelasan tentang ini lihat, misalnya, Dr. Syamsuddin Arif, Al-Qur’an, Orientalisme, dan Luxenberg, dalam jurnal Al-Insan Vol. 1. No. 1. Januari 2005 (Al-Qur’an dan Serangan Orientalis), hal. 9-26.
[12] Lihat Dr. Ugi Suharto, Apakah Al-Qur’an Memerlukan Hermeneutika, artikel dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Thn. 1, No. 1, Maret 2004, hal. 46-53.
[13] Untuk pendalaman, lihat, misalnya, Adian Husaini, MA., Studi Awal atas Keragaman Teks Bibel, dalam jurnal Al-Insan Vol. 1. No. 1. Januari 2005 (Al-Qur’an dan Serangan Orientalis), hal. 115-130.
[14] Pemaparan tentang problem seputar penulisan dan invaliditas Bibel sekarang sebagai Kitab Suci, lihat ‘Abd al-Rahman Hasan Habannakah, Al-‘Aqidah al-Islamiyyah wa Ususuha, hal. 559-586.
[15] Kajian yang sangat bagus mengenai hal ini dapat dilihat dalam Dr. Syamsuddin Arif, Al-Qur’an, Orientalisme, dan Luxenberg, dalam jurnal Al-Insan Vol. 1. No. 1. Januari 2005 (Al-Qur’an dan Serangan Orientalis), hal. 9-26.
[16] Lihat Dr. Sa’id Ramadlan al-Buthiy, Qawa’id Tafsir al-Nushush wa Atsaruha fi al-Taqrib Bayn al-Madzahib wa al-Firaq, makalah dalam ISESCO, Al-Taqrib bayn Al-Madzahib, hal. 89-98.
[17] Lihat argumennya dalam Prof. Dr. Wan Mohd Daud Wan Daud, Tafsir dan Takwil sebagai Metode Ilmiah, artikel dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, Thn. 1, No. 1, Maret 2004, hal. 58-69.
[18] Lihat analisis penggunaan hermeneutika dalam pemikiran Nashr Hamid Abu Zayd dalam Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, hal. 304-319.
[19] Al-Nadwah al-Islamiyyah li al-Syabab al-Islamiy, Al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Adyan wa al-Madzahib wa al-Ahzab al-Mu’ashirah, hal. 72-74.
[20] Penjelasan detail tentang tokoh, pecahan, dan pemikiran Mu’tazilah, lihat Al-Syahrastaniy, Al-Milal wa al-Nihal, hal. 34-68.
hemeneutika itu bukanlah metode.
Menurut Palmer, hermeneutika adalah sebuah teori yang mengatur tentang metode penafsiran, yaitu interpretasi terhadap teks dan tanda- tanda lain yang dapat dianggap sebagai teks (Palmer,1969). Perluasan makna teks ini berimbas kepada interpretasi wacana-wacana lain selain teks yang tertulis itu sendiri.
Assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Kalau kita pahami alur berfikir ‘mereka’, mungkin kita akan memaklumi mengapa ‘mereka’ berkata dan bertindak demikian.
Sebenarnya salah-satu metode yang bisa dipakai adalah ‘tes kejujuran’ dalam menyampaikan berita / maksud. Karena mengupas Al Quran tidak bisa dilepaskan dari kejujuran. Berkata jujur sesuai apa yang disampaikan oleh TUHAN, mungkin akan berakibat secara langsung kepada kita. Entah itu sekedar perkataan ‘tidak modern’ atau ‘tidak ilmiah’.
Kalau kita mau jujur, ‘apa motivasi sesungguhnya mempertanyakan keabsahan Al Quran’. Sekedar coba-coba, atau memang mencari kebenaran yang sesungguhnya. Cara berfikir ini juga bisa kita uji coba kepada ‘mereka’.
Seseorang yang tidak jujur akan tercermin dari perkataan dan perbuatan. Sehingga ‘apakah perlu menerima argumen / pernyataan dari seseorang yang memang tidak jujur ( diindikasikan kuat tidak jujur)’.
Jangankan jujur kepada kita, mungkin ‘mereka’ juga tidak jujur kepada dirinya sendiri. Apa perlunya mempertanyakan keabsahan Al Quran ?.
Dan untuk kita, sebenarnya apakah kita juga masih mempertanyakan keabsahan Al Quran dan Hadits ?.
Bagi Anda yang masih mempertanyakan keabsahan Al Quran, silakan baca seluruh Al Quran dengan cermat dan jujur pada diri Anda sendiri. Apa ruginya jika percaya tentang ‘berita dan keterangan’ disampaikan ?. Dan jika masih tidak percaya, tidak seorangpun dari kami yang memaksa Anda untuk percaya. Kami menyampaikan apa yang diamanatkan kepada kami untuk disampaikan, tanpa menambah atau mengurangi.
Dan bagi Anda yang sudah mantap terhadap Al Quran, Silakan baca juga, untuk memantapkan diri Anda.
Kalau memang Bible lulus uji hermeneutika, saya ingin tahu pengertian yesus sebagai anak tuhan, lalu kemudian yesus sebagai tuhan.
Kita tahu bahwa qur’an pada awalnya dihafal oleh para sahabat atas perintah Rasulullah SAW. Kemudian disatukan dan dibukukan atas perintah Khalifah Umar. Umat Islam sangat yakin bahwa Al Qur’an dijaga kemurniannya oleh Allah yang maha kuasa.
Untuk bible kita dengan mudah melihat perubahan di dalam text ayat sucinya.
” Sekedar contoh, Bibel edisi Indonesia. Dalam cetakan dan terbitan yang sama namun beda tahun (1971 dan 1978) terdapat perubahan kata `babi’ sebagai hewan yang haram dimakan dalam Imamat Al-Kitab. Dalam cetakan tahun 1971 ditulis ‘babi’ saja, sedang dalam cetakan 1978 berubah menjadi ‘babi hutan’.”
Ini conton yang mudah.
Aku gak ngerti dengan apa yang kau pikirkan…
Al-Quran mempunya banyak makna tersembunyi yang bila kau dapatkan ilmu untuk memahaminya akan terbuka seluruh rahasia dunia.
Tak hanya kefanaan yang kau jalani saat ini.
Sungguh aku mengasihani dirimu yang meribukan hal yang tak kau coba pahami tapi kau langsung membencinya.
Aku mengakui Bible sebagai kitab yang dibawa Nabi Isa.
Semoga seberkas cahaya mampu menyentuhmu…amin…
logika yang anda sampaikan justru berbalik 380 derajat.kalau memang bible yang ada sekarang orisinil sebagai firman Allah, mana mungkin terjadi perubahan-perubahan. tidak ada satu agamapun di dunia ini yang pernah merubah kitab sucinya seperti ajaran kresten yang merubah kitabnya dari perjanjian lama ke perjanjian baru.Kalau anda jujur, berapa banyak kesalahan tulisan yang ada di dalam kitab anda. sekali lagi kalu memang murni firman Tuhan, maka tidak akan pernah terjadi kesalahan tulis. beda halnya dengan al-Qur’an, sering kali ada usaha untuk merubah dan memanipulasinya dari kalangan musush Islam, tetapi jangankan merubah redaksi, merubah satu tanda baca saja selalu ketahuan,begitulah cara Allah menjaga kitab sucinya.
Jika anda pergi ke eropa atau negara-negara maju, justru mereka mengalami kemajuan karena mereka tidak mengindahkan kitab beble.sebab ajaran bebel mengajak kepada kependetaaan. banyak gereja di eropa yang dibuang begitu saja (tidak laku), karena mereka merasa ajaran agama kresten tidak bisa menjawab tantangan zaman.
kalau ajaran buble bisa menjawab perkembangan zaman, saya ingin mengajukan satu tantangan. di bidang ekonomi baik bersekala mikro atau makro, adakah ayat-ayat dalam bible yang menguraikan tentang persoalan ekonomi ? orientalis yang jujur dan menegakkan prinsif ilmiah dan rasionalitas justru dengan jujur mengatakan bahwa al-Qur’an satu2nya kitab suci yang berbicara tentang persoalan ekonomi secara lengkap dan gamblang.begitu juga dengan persoalan lainnya.
Kalau anda mengatakan bahwa bible telah teruji lebih dari 1000 abad. tolong jawab dengan jujur, apakah bible yang ada di tangan anda saat ini merupakan firman Tuhan yang dibawa oleh yesus ? kalau anda jawab YA, lalu kenapa terjadi perubahan jauh setelah Yesus anda mati dari perjanjian lama ke perjanjian baru.
belum lagi semua ayat yang anda yakini sebagai firman Tuhan itu adalah surat-surat para paus, pendeta dan tokoh2 agama anda pada masanya, semuanya anda bisa saksikan dan baca sendiri.Kalau bible itu firman Tuhan, lalu kenapa dalam bible anda tidak sedikitpun memperlihatkan keindahan bahsa seorang Tuhan, tetapi justru sangat vulgar jauh lebih vulgar dari buku komik porno predi s.
Cobalah anda jujur dengan menggunakan kaca mata ilmiah dan akal sehat anda.
satu tantangan lagi yang perlu anda jawab, tantangan ini ada dalam al-Qu’an.KALAU ANDA MERAGUKAN ORISINALITAS AL-QUR’AN SEBAGAI FIRMAN ALLAH, MAKA TOLONG ANDA BUATKAN SATU SURAT ATAU BAHKAN SATU AYATSAJA YANG BISA MENANDINGI KEINDAHAN AL-QUR’AN.SEBUAH TANTANGNA YANG TIDAK AKAN BISA DILAKUKAN SEJAK DAHULU SAMPAI KELAK.COBA ANDA BUKTIKAN.
TERAKHIR MARI KITA ADAKAN FORUM TERBUKA YANG DIHADIRI OLEH SEMUA KALANGAN UNTUK MENDEBAT HAL INI. SAYA INGIN ANDA BISA MENGHADIRKAN PARA PENDETA,ROMO ATAU PAUS ANDA UNTUK MENDEBATKAN HAL INI DENGAN SAYA .SAYA TUNGGU JAWABAN ANDA
perjanjian lama dan perjanjian baru:
sejak awal mula kehidupan umat pilihan, Allah telah mengadakan perjanjian dengan Adam, Abraham dan bangsa Israel. Tapi, semua perjanjian tersebut diingkari, manusia mengingkari perjanjian tsb ketika melakukan ketidaktaatan, penyembahan berhala, dan pelanggaran2 lainnya. Krn itulah, atas inisiatif dan kasih karuniaNya, Allah membuat perjanjian baru.
mengenai apakah Alkitab bisa menjawab tntg perkembangan jaman:
di Alkitab juga tidak tertuliskan kita tidak boleh merokok, tapi apakah kalau tidak tertulis di Alkitab bahwa tidak boleh lalu kita berasumsi merokok itu tidak apa-apa? di Alkitab juga tidak tertulis boleh atau tidaknya penggunaan narkoba, tapi apakah penggunaan narkoba itu benar? Yang ada di Alkitab hanyalah bahwa kita tidak boleh merusak tubuh kita, karena tubuh kita adalah Bait Allah tapi tidak secara jelas-jelasan mengatakan ‘jangan merokok’ atau ‘jangan pakai narkoba’. Kita harus menginterpretasikan itu sendiri.
assalammualikum,
shalawat dan salam kita sertakan kepada junjungan kita rasulullah Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikut2 setia beliau sampai akhir jaman, banyak sudah kita berbicara kepada orang2 atau kaum yang sama sekali memang tidak di berikan hidayah ALLAH SWT agar mereka terselamatkan di yaumil akhir kelak, mereka akan selalu bersikukuh mencoba terus dan terus mencari pembenaran bagi keadaan mereka, mencari-cari dan menjelek-jelekkan rasulullah karena sejak awalnya kehadiran rasulullah yang bukan dari golongan mereka membuat mereka dengki, iri hati dan akhirnya mendustai tuhan pemilik semesta alam dan segala hidup kehidupan ALLAH SWT, tetap yakinlah saudara2ku semuslim dan seiman terus dan teruslah tingkatkan ilmu keislaman kita yang akan membawa keselamatan bagi kita di yaumil akhir kelak
wassalammualikum
sudahkah anda memahami dan membaca bible dengan jelas, dari awal hingga ahir?
Seperti kita tahu bahasa / teks / simbol / gambar mempunyai banyak makna dan pengertian. Dapat bergantung pada zaman dan letak geografis.
Salah satu kerumitan bahasa Arab adalah suatu maksud atau pengertian, bisa disampaikan dengan kata yang berbeda. Sebagai contoh :
Dalam Bahasa Indonesia : Kamu
Dalam Bahasa Inggris : You
Dalam Bahasa Arab : Anta, Anti, Antuna, Antum…. ( kira-kira ada 14 )
( tergantung pada laki-laki, perempuan, tunggal atau jamak ).
Namun tidak untuk ‘pengertian’ atau ‘tafsir’.
Bahwa pengertian atau tafsir tidak dapat dibelokkan atau salah pengertian.
Sebagai contoh :
Dalam bahasa indonesia : kursi
Dalam bahasa inggris : chair
Dalam bahasa arab : kursiyun
Kita tidak dapat menyampaikan maksud ‘kursi’ kepada orang arab atau inggris secara langsung, jika kita tidak menceritakan karakteristik ‘kursi’ atau menunjukkan ‘kursi’. Sehingga tidak mungkin ia akan salah pengertian dengan ‘meja’. Karena ‘kursi’ dan ‘meja’ adalah berbeda.
Itulah mengapa, Rasulullah Muhammad SAW, saat pertama kali menerima wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril, berupa kata iqra’ ( baca ) belum mengerti apa maksudnya. Baru setelah diulang 3x ( iqra’, iqra’ dan iqra’, baru beliau mengerti apa yang mesti dilakukan / dikatakan.
Jika kita analisa, mengapa Rasul belum mengerti maksud iqra’ untuk pertama kalinya ?.
Kita bisa mengetahuinya lewat kisah rasul dan sahabat, bahwa beliau tidak dapat membaca dan menulis. Itulah sebabnya beliau tidak dapat ‘mengarang’ ataupun menulis al quran. Bukti sejarah lainnya bahwa beliau terkenal sebagai al amin. Yaitu orang yang dapat dipercaya. Dan perkataan beliau sudah terbukti jujur. Predikat ini diberikan oleh masyarakat arab sebelum beliau diangkat menjadi Rasul.
Jika kita teliti lagi, Al Quran lebih banyak dihafal daripada ditulis / dibaca. Sebagai bukti adalah banyak penghafal Al Quran baik di zaman dulu sampai kini. Kalau dihitung, sudah lebih dari 1juta orang yang hafal Al Quran diluar kepala. 30 juz / 114 surat / 6666 ayat / lebih dari 240rb kata.
Mengapa dihafal ?
Jika kita analisa, manusia untuk mengetahui dan paham sesuatu, perlu beberapa tahap :
Membaca / Mengamati -> Menganalisa -> Menghafal -> Mengerti
Coba kita ambil sebuah surat yang pertama kali turun…
iqra’ bismirabbikalladzikholaq.
( Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan ).
kholaqol insanamin alaq
( Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah ).
iqra’ warabbukal aqram
( Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah
alladzi allama bil qalam
( Yang mengajar manusia dengan perantaraan Qalam )
allamal insanama lam ya’ lam
( Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya ).
Ayat yang pertama kali turun saja sudah mengindikasikan dan memerintahkan supaya penerima / pendengar mengerti apa yang akan dikatakan. Bukan sekedar tahu kata / kalimat atau sekedar hafal saja.
Jadi lebih ke arah konteks atau pengertian yang lebih ditekankan.
Ini bisa kita pahami karena berbagai suku, bangsa, bahasa dapat menjadi kendala penyampaian maksud. Namun jika suatu maksud sudah dapat dimengerti, itulah tujuannya.
Dengan kata lain, maksud yang sama dapat disampaikan dengan berbagai macam kata dan bahasa namun dengan catatan bahwa si penerima / pendengar mengerti maksud dari yang disampaikan.
Bahwa Al Quran telah dijamin oleh Allah tidak ada yang menyamai atau memalsukan sampai akhir zaman, dapat kita pahami karena berbagai hal :
1. Banyak yang menghafal Al Quran.
2. Banyak yang mengerti maksud isinya.
3. Banyak yang melaksanakan isinya.
Sehingga boleh saja manusia membakar / menghancurkan kitab Al Quran, namun Al Quran yang sebenarnya, masih dikepala Jutaan penghafal dan yang mengerti tentangnya.
Apakah Al Quran Konsisten ?.
Coba kita cek, dari bahasa, suku bangsa dan daerah manapun di dunia ini ?. Misal tentang surat Al Alaq diatas…
bahwa :
iqra’ = bacalah = read = ….
qalam = tulisan = ….
Apakah bisa kita katakan bahwa Al Quran dimulai dengan kata ‘bacalah’ adalah tidak konsisten ?. Karena Rasulullah berkata iqra’ ?
Padahal Rasulullah berkata iqra’ pun bukan bermaksud menyampaikan kata iqra’ itu sendiri. Namun lebih ke makna iqra’ = bacalah = read = …
Kita ambil contoh yang lain, dari surat Al Baqarah…
alif laam miim
dzalikal kitabu la roybafih
( Kitab ini tidak ada keraguan padanya )
hudallil muttaqin
( Petunjuk bagi mereka yang bertakwa )
Manakah yang kita pahami ?
hudallil muttaqin … atau… ( petunjuk bagi mereka yang bertakwa ) ?
walaupun memang secara kata adalah hudallil muttaqin.
Siapakah orang yang bertakwa ?…
Kita bisa lihat di ayat lanjutannya…
alladzina yu’ minuna bil ghoibi
( yaitu mereka yang percaya kepada yang ghaib )
wa yuqiimuunassolati
( yang mendirikan shalat )
wa mimma rozaqna hum yun fiqun
( dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka )
Bisa kita lihat…bahwa ayat demi ayat merupakan kesatuan konteks atau pengertian. Ayat yang satu menjelaskan ayat yang lain. Dan jika tidak ada dalam Al Quran, misal tentang tata cara shalat, ada dalam Hadits / Assunah.
Apakah hadits / Assunah ?
Bisa diibaratkan dengan manual booknya Al Quran atau penjelasan teknis / konteks dari Al Quran.
Mengapa ?
Karena pengertian kita terhadap maksud Al Quran tidak menyeluruh / bisa salah maksud sehingga perlu dijelaskan sendiri maksudnya oleh penerima wahyu itu sendiri ( Rasul ).
Hadits / Assunah = perkataan / perbuatan Rasul.
Dari kesemuanya sudah lengkap…
Ada sumber berita ( Al Quran )
Ada perantara berita ( Al Quran )
Ada penerima berita ( Al Quran )
Ada penjelasan teknis dan konteks berita ( Al Quran )
Jutaan orang mengerti dan mengajarkan kepada anak, murid, orang lain tentang berita ( Al Quran ) = banyak kegiatan pengajaran / pembelajaran ( baik formal maupun non formal ).
Dan kalaupun referensi yang disampaikan tidak sama, mestinya arah kiblat tidak di mekkah. dan sholat tidak sebagaimana yang ada…
Namun kenyataan dibuktikan oleh ratusan juta orang…jutaan orang berhaji tiap tahunnya…ratusan juta orang puasa serentak di Bulan Ramadhan. Shalat 5 x sehari dan sebagainya…
Sebagaimana kita tahu bahwa manusia tidak akan percaya sesuatu tanpa pembuktian dan logika akal. dan yang terpenting…
bahwa islam dibangun dari kejujuran para penyampainya. Nabi, Rasul, sahabat, ulama’ dan penerusnya berkata apa adanya / sesuai dengan kata dan konteks yang diterima. Tidak ditambah, juga tidak dikurangi. Tidak menyembunyikan kebenaran. Tidak membelokkan kebenaran. Ataupun menutup-nutupi kebenaran. Apapun konsekuensinya…
Allahu ahad ( Allah adalah satu ). Jika kita katakan lebih dari satu / mungkin lebih dari satu maka jadinya adalah musyrik ( menyekutukan Allah ). Sedangkan muslim / mukmin TIDAK SAMA dengan musyrik. Dan tidak boleh disamakan.
Itulah intinya…
siapa yang membela agama Alloh maka ia akan di bela oleh Alloh..
Saya setuju artikel di atas ttg “Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani”
Saya pernah belajar ttg berbagai macam kritik yg ditimpakan kepada Alkitab dan itu sangat menyakitkan keyakinan saya, tetapi setelah itu saya justru mempunyai paradigma baru. Nah untuk menuju ke sana nampaknya sulit karena 1. orang kita mana mau berubah terhadap pembaharuan. 2. orang kita kan suka kemapanan, 3. orang kita kan punya mentalitas “suka menerabas” kata mbah koentjaraningrat jadi mustahil hal itu dilakukan.
UnDangaN AkseS Ke Study Al Quran InovationBy Metode MSQ dan Sofftware AlQuraN
UnDangaN AkseS Ke Study Al Quran InovationBy Metode MSQ dan Sofftware AlQuraN
Yth Para PenCinTA dan PenKAjI AlQuran
diMAnapUn BerAdA
Assalaamu’alaykumwarahmatullahiwabarokaatuh
Dengan hormat. Semoga hidayah,kesehatam dan keberkahan senatiasa rahman Allah menyertai kita.amin
Bersama ini perkenankan saya mengundang anda semua darimana pun anda, juga tidak lupa para pengkaji dan pecinta khasanah keilmuan Al Quran untuk mengunjungi web yang bersikan artikel tentang study al quran dengan metode Innovation (MSQ), apa itu metode MSQ dan implementasinya untuk pengembangan keilmuan Al Quran silaakan kunjungi :
http://www.studialquran.co.nr
Bagaimana janji Allah bahwa Al Quraan adalah lautan khasanah keilmuan yang karena berkandungan Ilmu lah Alquran salah satunya Al Quran memosisikan diri sebagai toolbook/kunci untuk memperoleh hudawwarohmah, barokah wassyifak (soluai segala permasalahan kehidupan), Bahwa salah satu pokok problematika kehidupan manusia juga bersumber dari tiap diri manusia sendiri . maka psikologi sebagai salah satu cabang keilmuan yang amat penting sebagai salah alternativf untuk mengatasi permasalahan hambatan dalam menggapai kesuksesan , karenanya sudah semestinya karena alquran adalah hudan (sumber solusi dari Illahi yang maha lengkap ),tentunya Al Quran juga bisa berbicara tentang psikologi, apa itu psikologi alquran dan bagaimana metode,manfaat dan keilmiahan index keakurasianya, silahkan anda klik
http://www.psikologialquran.co.cc
Namun kritikan perihal lambatnya web, maaf saya belum bisa menjawabnya karena ini domain gratisan, saya akan sangat beruntung bilamana ada yang bersdia membantu mendesainkan web lebih menarik dan mensosialisasikannya.
Semuanya Free
Juga pada kesempatan ini saya informasikan kepada semua pecinta alquran yang memerlukan software alquran yang berbasis tentang data alquran, seperti jumlah pengulangan suatu kata di alquran dan penafsirannya dari beberbagai mufasir konvensional dan modern bisa di dapat pada kajian rutin bulanan tiap tanggal 7 pukul 19.30.di Bandung, alamat bergilir, berminat software qsoft dan akan mengunjungi kajian alquran dan share tetang alquran berbasis data base dan managemen informatika atau IT Al Quram bisa hubungi saya di 0227100227 atau 081802030299.ingin bersilaturahmi dengan saya bisa kunjungi
http://www.gusiful.co.nr
Billlahittaufiq wal hidayah wassalamulaikum wr wb.
Bandung 27 Mei 2008
saiful bahrie
_
Setiap kebenaran haruslah melalui sebuah pengujian. Makanya dalam hidup ini Tuhan sendiri membiarkan adanya pertentangan di dalam manusia mengenai siapa diriNya. Jikalau Tuhan yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa itu saja merelakan diriNya dipertentangkan oleh ciptaanNYa, maka apakah kitab kitab suci itu tidak boleh diuji ? . Ketahuilah bahwa keadilan TuhaN LUAR BIASA, KALAU DikehendakiNya, semua manusia dengan kekuasaanNya bisa semua diselamatkan. Tetapi Ia adalah Tuhan yang ” Fair Play “. Ia tak memaksa manusia menyembahNya, Ia juga mengizinkan iblis menggoda manusia tanpa sekalipun Ia membentengi mereka dengan kuasaNya. Dari hal ini dapatlah kita saksikan bahwa :
1. Allah taat kepada putusanNya sendiri untuk adil
2. Allah hanya ingin menyelamatkan manusia yang benar benar cinta dan berimana kepadaNya, bukan dengan suatu paksaan tapi benar benar ikhlas dari diriNya sesudah menghadapi berbagai godaan dunia ( iblis ).
Saya sangat setuju adanya pro dan kontra baik terhadap bible maupun al quran atau kitab suci agama apapun, karena dengan demikian secara objektif kita dapat menilai kebenaran sesungguhnya dari yang kita yakini.
Ketika film Da Vinci Code diputar , maka saya pikir akan ada banyak sekali reaksi keras dari umat kristiani baik kristen maupun katholik ,tetapi perkiraan saya meleset, karena ternyata hanya segelintir orang yang melakukan protes melalui demo . Ini pencerminan kedewasaan umat bahwa iman mereka memang harus diuji juga melalui media atau karya film atau karya tulis lainnya . Sesuatu desertasi yang diterima adalah buah karya atau karya cipta yang sudah melalui tahap pengujian dimana kontra itu lebih banyak disampaikan daripada pro nya . Secara jujur kita harus mengakui bahwa banyak sekali kitab kitab suci yang belum mendapat pengujian itu. Marilah kita bukan ditinjau dari agamanya apapun, bisa berwawasan luas dan berbesar hati bahwa kitab suci kita juga diuji secara cermat .
Kalau kita berdialog bersama muslim perihal turunnya Al Quran, kita tahu dalam kehidupan muslim tidak ada kejujuran, selalu kebohongan diamalkan sesuai apa yang terdapat dalam Al Quran kita suci mereka.
Dalam Quran 40;28 SESUNGGUH ALLAH TIDAK MENUNTUT SEORANGPUN YANG MELANGGAR DAN PEMBOHONG.
Jadi didalam ajaran Al Quran untuk pengikutnya islam mereka dapat berbohong untuk mempertahan Quran karangan nabi Muhammad yang merekatakan wahyu turun dari surga, walupun tidak mempunyai saksi harus tetap dipertahan kebohngan mereka. seperti apa yang pernah terjadi di Goa Hira perjumpaan malaikat Gibriel dan Muhammad tanpa saksi harus tetap dipertahan kebohongan untuk mempercayai apa yang muhammad katakan.
Kalau tidak…? pengikutnya sudah diberi ancaman oleh Muhammad dengan kutukan dan teror neraka jahanam
yang keluar dari mulut Muhammad untuk tetap patu dalam kebohongan Muhammad.
Kalau kita mempelajari Al Quran karangan Muhammad… dia selalu banyak sumpah atas nama Allah, sedangkan
Allah tidak menyuruhnya.(Ulangan 18;20) Seorang nabi yang terlalu berani bersumpah atas nama-Ku yang tidak kuruhkan, nabi itu harus mati dibunuh. Akhirnya Muhammad mati diracuni di Khaybar. firman itu telah menjadi kenyataan kepada nabi Muhammad. nah apa yang dikatakan: APA YANG KELUAR DARI MULUTMU ITULA NAJIS….KUTUKAN INI TELAH BERLAKU TERHADAP MUHAMMAD….KARENA MEMAKAI NAMA ALLAH. INGAT….BAHWA ALLAH ITU MASA ESA DAN MAHA TAHU TENTANG KEBOHONGAN SESEORANG, JIKA ENGKAU MEMAKAI NAMA ALLAH UNTUK MEMPERTAHANMU…,PASTI KUTUK DAN AZAB ALLAH AKAN BERLAKU BAGI MEREKA.
Islam tidak dapat membuktikan kemampuan mereka tentang wahyu dari GOA HIRA kepada Muhammad,
Apakah ada saksi yang menguatkan wahyu tersebut dari malaiket Gebriel kepada Muhammad…?
Beritahukan siapa yang menyaksihan hal tersebut…? agar wahyu tersebut dapat dipercaya.
Tanpa seorang saksi tetap hanya yang saksi adalah Muhammad sendiri, apakah dapat dipercaya…?
Siapa yang mengatakan Quran turun dari langin…? Muhammad
Siapa yang saksinya….? Muhammad
Siapa yang katakan Muhammad rasul terakhir….? Muhammad
Semua Muhammad yang katakan, seribu kali membaca Quran….semua Muhammad yang katakan.
Semua: Muhammad….Muhammad…ini namanya iman yang buta 100% harus diimani, kalau tidak
Muhammad membuat ancaman, teror kepada pengikutnya dengan neraka jahanam….Wow iman muslim
harus tetap tunduk dalam pembodohn bangsa Arab…..selahkan anda jalan menuju kebinasaan
kepintu neraka. Tayakan pada Muhammad mengapa nabimu gak gak berada disurga seperti Isa anak
Maryam yang sekarang berada disisi Allah disurga. Mengapa Muhammad berada dikuburan Medinah.
Apakah dia sedang tunggu Isa Anak Maryam yang akan datang menghakimi Muhammad,
Loh katanya nabi Muhammad nabi terakhir kekasih Allah, mengapa dan mengapa Muhammad
diliang kuburan…..? apakah benar dia seorang nabi….? jawabannya>>>>NABI PALSU DARI ARAB <<<<
“Menurutnya, kajian kritis-historis al-Quran tersebut perlu menggunakan metodologi analisa bibel (biblical criticism)”
kalo Al Quran dikaji dengan metode bibel,,,ga bakal ketemu lha,,
gampangnya: orang islam yang mengkritik al-QUr’an itu tidak dapat dikatakan al-QUr’an bermasalah, tetapi orang yang mengkritik itu yang bermasalah, sebagian besar mereka hasil dari didikan orientalis di barat. jadi jelas mereka tidak lebih perpanjangna dari orientalis yang berasal dari kristen…
bicara kodifikasi, silahkan baca buku the history of qur’anic text from revelation to compilaton, Dr. M. A’zami
bantah kalau bisa…
soal kodifikasi bibel, baca buku misteri Yesus dalam sejarah… itu fakta bahwa bible bermasalah dalam kodifikasinya…..
memang gampang mulut kamu ya.apa bukti yang kamu kata muhammad pembohong?jadi bolehlah saya katakan yang orang yang menulis kitab bible kamu itu juga pembohong?apa bukti jelas yang membuktikan bahawa mereka yang menulis kitab bible itu tidak berbohong?kamu yang BODOH !memang dalam alquran ad mengatakan bahawa haram berbohong, kamu tahu juga ya?tetapi kitab bible membohong umatnya kamu tidak pikir plak?umat islam yang melakukan pembohongan bukan bermakna alquran itu salah.contohnya, jika kamu ada anak, anak kamu membunuh, adakah kamu yang dihukum?tentulah orang yang melakukannya.
begitu juga alquran.Orang-orang agama kamu juga tidak melakukan segala suruhan yang baik dari kitab bible, mengapa?kerana bible itu benar?
“Sembahlah allah yang maha agung”…itu antara kata-kata dari kitab bible.kalau kamu tidak beriman dengan kitab bible, maka kamu dikira murtad dan keluar dari agama kamu. Tetapi kenapalah kebodohan kamu menyebabkan kamu masih mengaku yang tuhan kamu ad 3?hahahahahahahahahaha…
kamu lebih bodoh dari lembu.
hahahahahahahahaa
kenapa kamu kata alquran tak tahan ujian?yang peliknya,banyak mukjizat dari alquran berbanding bible.nape bible mengutuk bible sendiri?nape bible ad banyak edisi?tuhan salah turunkan firman ke sampai banyak sangat edisi?macam komek lah pula?buktikan dan senaraikan mana kelemahan alquran?tak de…tapi bible…macam orang bodoh yang menulis novel yang ntah ape-ape,lepas tu cakap firman dari tuhan.kita lihat sahaja paderi, tidak dibenarkan berkahwain sedangkan alquran membenarkan manusia berkahwin kerana itu adalah fitrah.kenapa tuhan bible pun kawin?kalau dianggap perkahwinan itu adalah menjijikkan dan kotor, maka tuhan kamu melakukan perkara yang kotor kerana tuhan kamu juga berkahwin dengan Maryam dan dapat anak yesus.siapa yang tulis artikel ini, saya harap kaji dahulu alquran kerana hipotesis yang melulu menyebabkan anda jadi manusia paling BODOH dalam dunia.apa yang kamu faham tentang alquran?manakah kitab yang paling banyak bukti kebenarannya?tentu sekali alquran.contohnya, Allah mencabar segala yang ada di bumi dan langit agar membuat satu ayat yang setanding dengan alquran,tetapi kenapa kamu yang ‘pandai’ sangat ni tak mampu nk buat?kerana alquran dari Allah !.tapi saya sendiri boleh buat ayat yang lebih baik dari bible kerana bible sendiri mengutuk bible, tak ke pelik tu?sila nyatakan kepada saya di manakah kecacatan yang ada dalam alquran? dan jawab soalan saya, bible mengatakan tuhan adalah ruhul kudus, Allah dan Yesus.kamu katakan bahawa ia adalah SATU.cuba anda tulis di papan hitam ketiga-tiga nama tersebut dan anda tanya pelajar yang palin BODOH di sekolah rendah,dia akan membilang menggunakan jari dan apakah hasilnya ?sebelum anda jawab,biar saya bagi jawapannya, tentulah TIGA.siapa kata satu?bodoh namanya tu.kalau anda ade anak iaitu Allah, ruhul kudus dan Yesus,jika ada orang bertanyakan kepada anda, berapakah bilangan anak anda?
kalau ada terdapat kesalahan yang kita temukan dalam al-quran,itu berarti pemikiran kita yang masih kerdil dan ilmu yang sangat sedikit..karena al-quran itu memang tidak ada cacat celanya sediktipun.tentang keritikan terhadap al-quran bukan hanya muncul sekarang, tapi sudah sejak awal islam ada,karena didorong oleh kesombongan dan tidak mau menerima kebenaran al-quran.
Injil yang diwahyukan Allah kepada Yesus tidak lagi dipertahankan kemurniannya dari serbuan ajaran penyembah berhala. Para penulis injil bukannya menulis ajaran Tauhid yang diajarkan Yesus tetapi ajaran baru yang mengawinkan ajaran Yesus dengan ajaran penyembah berhala disesuaikan dengan keinginan para penyembah berhala di kerajaan Romawi. Hal ini dikemukakan dengan jelas oleh Max I Dimont, professor sejarah Yahudi di amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, Brazilia dan Finlandia dalam bukunya Jews, God and History, 1962, hal 147:
” The accounts o f the history o f Christianity in the Pauline Epistles and the Gospels, especially the latter relate to the trial o f Christ, become under-standable now that we realize they were written not for the Jews but for the pagans”
(Cerita tentang sejarah Kristen dalam Surat-Surat Paulus dan Injil-injil (dalam Alkitab), terutama (Injil-injil) yang menulis tentang penyaliban Yesus, menjadi jelas dan kita sadari sekarang bahwa (Surat-Surat Paulus dan Injil-injil) tersebut bukan ditulis untuk umat Yahudi (umatnya Yesus), tetapi untuk penyembah berhala).
Ajaran Yesus yang bercampur baur dengan ajaran penyembah berhala yang ditulis oleh para penulis Injil dari kerajaan Romawi, menjadi lebih parah ketika para penyalin Injil mendapat restu Gereja untuk merubah, menambah dan mengurangi atau menciptakan ayat-ayat baru dan memasukkannya kedalam Alkitab seakan-akan ayat asli atau ucapan Yesus. James H. Charlesworth dalam bukunya Jesus and the Dead Sea Scrolls, 1992, hal 150 menjelaskan:
” It is certain that Jesus’ authentic words were altered signi f icantly in the f orty years that separated his cruci f ixion f rom the composi tion o f the first Gospel”
(Jelas bahwa kata-kata yang diucapkan Yesus telah banyak dirubah selama 40 tahun yang memisahkan antara penyaliban dan penulisan Injil yang pertama (Injil Markus)
Pernyataan serupa juga datang dari Robert W. funk dan Roy W. hoover dalam buku mereka The Five Gospels:
“Word borrowed f rom the f und o f common lore or the Greek scriptures are o f ten put on the lips o f Jesus.. the evangelists f requently attributed their own statement to Jesus”
(Kata-kata yang diambil dari cerita rakyat atau naskah Yunani sering disuapkan kepada Yesus untuk diucapkan… Para penginjil sering mengaku bahwa ucapan yang mereka ciptakan adalah ucapan Yesus)
Selanjutnya mereka menambahkan:
“And handmade manuscript have almost always been ‘corrected’ here and there, o f ten b y more than one hand”
(Dan naskah yang ditulis tangan hampir selalu ‘dikoreksi’ (dirubah) disana sini, kebanyakan oleh lebih dari satu orang).
Perbuatan ini sangat dicela oleh Allah SWT yang tercermin dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah 2:79:
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan”. (al-Baqarah 2:79)
untuk tidak ber-tele2 maka saya persilahkan anda semua untuk mampir ke akun twiter kami (studi-banding) di : https://twitter.com/QMS_R , https://twitter.com/#!/@inqur6236 , http://twitter.com/#!/santanasultana , https://twitter.com/DAJJAL2015 , disana anda akan mendapatkan bagaimana Al Quran Menurut Sunnah-Rasul akan menjawab segala permasalahan Hidup & kehidupan secara komprhensip yang dikaji secara Objektip ILMI-ah sesuai dengan Mau-NYA (ALLAH), sedikit sebagai contoh silahkan anda simak :tl.gd/jd1v1j , http://tl.gd/j9sqp1 , http://www.twitlonger.com/show/jbh0lf , http://www.twitlonger.com/show/jbg4uv , atas tanggapan anda saya ucapkan terimakasih. Salaaam..
Hi there, I discovered your web site by the use of Google
even as looking for a related topic, your site
got here up, it appears to be like great. I’ve bookmarked it in my google bookmarks.
Hi there, simply changed into alert to your weblog via Google, and located that it is truly informative. I’m gonna be careful for brussels.
I will be grateful for those who continue this in future.
Lots of other people shall be benefited from your writing.
Cheers!