Dunia Dosen, Life as Lecturer

Refleksi 1 Tahun Menjadi Dosen (5 Januari 2021 – 5 Januari 2022)


5 Januari 2022 kemarin aku telah melewati karier baru sebagai dosen selama setahun. Banyak hal baru yg kualami dan pelajari. Meskipun sebenarnya saat menjadi wiraswasta penerbitan aku banyak berinteraksi dengan para dosen. Sebagian hal yg dicurhati oleh sahabat-sahabat dosen itu memang akhirnya kutemui sendiri saat menduduki status dosen ini.

Jam kerjaku di awal-awal cukup unik. Masuk jam 7.30 dan pulang setelah pimpinan pulang. Ini memang dikarenakan selain sebagai dosen, aku juga diminta oleh pimpinan untuk membantu mengerjakan beberapa tugas. Meskipun tugas itu tidak mesti ada setiap hari.


Sementara jam mengajar yg diberikan oleh Kaprodi kepadaku cuma 2 kelas untuk 1 mata kuliah di semester 2. Manajemen Penerbitan, 2 SKS. Sebagai dosen baru tentu saja dikasih 2 kelas itu sudah sangat berarti buatku yg sebelumnya tidak berpengalaman mengajar langsung mahasiswa meskipun dulu saat di Jogja aku beberapa kali ngisi training mahasiswa, ngisi seminar dan jadi penguji tamu untuk ujian skripsi S1 di sebuah kampus seni di Jogja.


Di semester berikutnya, lagi-lagi aku dikasih 2 kelas. Mata kuliah Penerbitan Digital dengan bobot 3 sks. Saat itu aku cukup kecewa dikarenakan aku berharap bisa mendapatkan kelas yang lebih dan bisa mengampu 2 mata kuliah. Apalagi dosen baru lain yg datang belakangan dariku mendapatkan kelas yang lebih. Padahal latar belakangnya bukan S2 Penerbitan. Tapi ya sudahlah. Sebagai dosen baru aku tak punya kekuatan apa2. Karena pembagian pengampu mata kuliah berada di tangan Kaprodi.

Gaji tetap sebagai dosen tetap non pns masih di bawah UMR Jakarta. Dan hampir separohnya sudah habis untuk bayar kontrakan rumah. Aku sengaja mencari kontrakan yg dekat dengan kampus biar tidak banyak menghabiskan waktu di jalanan Jabotabek yg terkenal macet. Walaupun sewa rumah di Jakarta lebih mahal dari daerah2 satelit seperti Depok dan Bogor.


Meskipun dengan gaji di bawah UMR, aku cukup terbantu dengan fasilitas tanggungan BPJS dari kantor. Anakku yg sejak di Jogja mengalami gangguan malas makan dan telat bicara membuat frekuensi ke rumah sakit menjadi intens. “Sakit” yg ketika di Jogja tidak terdeteksi oleh dokter di sana, akhirnya diketahui penyebabnya oleh Dokter di Jakarta. Kunjungan ke RSUP Fatmawati menjadi kesibukanku selain ke kantor. Alhamdulillah banyak perkembangan yg dialami anakku setelah mendapatkan perawatan di RS Fatmawati.


Gajiku pokokku sebagai dosen tetap non PNS masih lumayan dibandingkan gaji pokok kawan2 dosen CPNS. Tapi dengan biaya hidup di Jakarta yg 2 kali lipat dari Jogja, membuatku cukup kewalahan secara finansial. Untung saja masih banyak teman-teman dan sahabat-sahabat baik yg menolongku saat saldo di rekening sudah kritis dan g bisa ditarik lagi di atm. Masih bersyukur karena masih ada kawan-kawan yg minta tolong untuk menerbitkan buku lewat Gre Publishing dan masih ada transaksi penjualan buku di Shopee dan Tokopedia.


Terkait dengan gaji tahun pertama CPNS Dosen yg masih di angka 2,2 – 2,7 juta per bulan, idealnya sieh karier sebagai dosen lebih baik dimulai sejak masih single. Untuk para jomblowers, uang 2 jutaan itu masih bisa menutupi kebutuhan bulanan mereka. Tapi kalau untuk yg sudah berkeluarga, berat sekali punya penghasilan sebesar itu. Kecuali kalau pasangan juga punya pekerjaan yg menjanjikan. Sehingga untuk awal2 beban finansial keluarga bisa dipikul dari 2 sumber gaji.


Secara logika sederhana, sulit bagi dosen muda untuk bisa ambil kredit mobil dan rumah. Tapi lain cerita kalau dosen muda tersebut punya tabungan sebelumnya atau punya sumber penghasilan lain atau memang disupport sama orang tua atau keluarga besar. Bagi dosen muda yang single fighter, maka bisa bayar kontrakan, tagihan listrik, air, internet dan cukup makan tanpa berhutang itu sudah menjadi kemewahan tersendiri.

Pola penggajian dosen di Indonesia berbasis pada kegiatan. Jadi memang standar gaji pokok yg dipatok oleh pemerintah rata2 di bawah UMR. Agar bisa melewati nominal UMR maka dosen berkesempatan menambah pendapatan dari berbagai kegiatan di kampus. Yang standar misalnya, tambahan dari membuat soal ujian, mengawas ujian dan memeriksa hasil ujian. Semakin banyak kelas yg diampu maka pendapatan tambahan juga akan signifikan.


Sumber lain adalah kegiatan2 di luar kantor entah itu FGD, Workshop, Kuker atau menghadiri undangan dari instansi lain. Termasuk juga jika diminta sebagai pembicara oleh instansi lain. Maka honor sebagai narasumber cukup membantu keuangan. Kuncinya untuk hal yg terakhir ini adalah kita memang punya ekspertise di bidang tertentu. Sehingga orang di luar sana merasa perlu mengundang kita untuk berbagi ilmu.


Menjadi pejabat kampus juga memberikan pendapatan yg lumayan besar dengan rate yg berbeda sesuai tinggi atau rendahnya jabatan. Selain tunjangan jabatan, kesempatan mendapatkan honor kegiatan jika menjadi pejabat kampus akan semakin lebar. Karena pejabat kampus mengambil peranan penting dari segi manajerial dan kebelangsungan kegiatan. Tak salah kemudian politik kampus memanas karena perebutan jabatan2 yang ada. Terjadinya kubu-kubuan sendiri juga dipicu oleh wewenang untuk mengangkat pejabat2 yg berada di level bawahnya.


Ketika baru menjadi dosen ada 2 jabatan yg diamanahkan kepadaku. Ketua Bidang Bisnis Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia dan Sekretaris Asosiasi Penerbit Digital Indonesia. 2 organisasi ini sebenarnya bukanlah unit kampus. Tapi lebih kepada organisasi profesi. Jadi tunjangan jabatan yg aku sebutkan di atas tidak berlaku di sini.

Lewat 2 posisi tersebut akhirnya aku banyak diminta menghadiri rapat2 dengan asosiasi2 penerbit lainnya baik di level nasional maupun di level regional ASEAN. Diminta rapat di level ASEAN dikarenakan memang basic keilmuanku dari penerbitan dan lulusan UK. Rapat2 dengan orang luar negeri biasanya memang dihelat menggunakan Bahasa Inggris.


Status sebagai alumni S2 LN membuat pimpinan melibatkanku dalam kegiatan yg berhubungan dengan orang luar negeri. Paling tidak ada 2 project yg keterlibatanku cukup intens. Program pengembangan Vokasi bersama Kedutaan Perancis di Indonesia dan Persiapan Akreditasi Internasional.


Tipelogi Politeknik yg sangat vokasional sangat berbeda dengan Universitas yg lebih konseptual. Anak2 Politeknik diharapkan punya skill praktis sesuai prodinya. Di Penerbitan sendiri mahasiswa diharapkan punya skill membuat buku. Karena yg ditonjolkan adalah skill praktis tersebut, sisi discourse tematik sangat jarang diulik dan tidak mendapatkan ruang yg luas. Padahal Publishing Studies sebagai ilmu yg mengulas bagaimana peran dan pengaruh teks di tengah2 masyarakat sangat menarik untuk dibicarakan baik dari historis, ekonomis, sosiologis maupun filosofis. Tapi yg kurasakan, sisi itu tidak terlalu mendapatkan tempat di perguruan tinggi vokasional yg masih di level diploma.


Dikarenakan Politeknik tempatku bekerja tergolong perguruan tinggi baru, banyak hal yg belum tersistem dengan baik. Banyak yang masih meraba-raba dari segi akademik, administratif dan kepegawaian. Sebenarnya ini bisa dimaklumi. Karena kampus2 besar sekelas UGM pun dimana prodi2nya banyak yang terakreditasi A juga masih menyisakan persoalan-persoalan cukup rumit serta ketidakpuasan pegawai dan mahasiswanya. Yang penting memang ada upaya perubahan menuju yg lebih baik.


Tentu saja itu membutuhkan waktu. Ngak bisa ujug-ujug. Kata seorang teman, kita boleh hopeless pada aspek manajerial, tapi jangan jadikan itu alasan buat kita untuk mematikan kontribusi. Paling tidak ketika kita giat melakukan riset dan publikasi, itu sudah memperbagus tampilan profil perguruan tinggi kita di SINTA.


Titik terang statusku sebagai dosen dipicu oleh Surat Edaran Dirjen Dikti yg mengatakan bahwa PTN Non PTNBH dilarang untuk merekrut dosen tetap non pns per 1 Desember 2021. Dikti kemudian membuka kran pengajuan NIDN bagi dosen tetap non PNS untuk menjamin kepastian status dosen. Kesempatan itu benar-benar saya manfaatkan. Berbagai berkas saya persiapkan hingga memenuhi persyaratan pengajuan NIDN. Dan per 1 Desember 2021 lalu, saya sudah menjadi Dosen yg berNIDN.


NIDN adalah kunci untuk mengikuti berbagai kegiatan bagi dosen. Dari ikut kompetisi dana hibah, proses kenaikan jabatan fungsional dan akses untuk mendaftar beasiswa.

Di tahun 2022 dengan status dosen berNIDN aku menemukan semangat baru dengan akses ke SINTA, PPDIKTI, SISTER dan SIMLITABMAS yg sudah terbuka. Sekarang waktunya untuk berstrategi untuk peningkatan kapasitas diri, expertise keilmuan, kenaikan Jafung, publikasi dan target melanjutkan studi S3 dua atau tiga tahun lagi. Bismillah.